Jumat, 29 Mei 2015

Pasta Terakhir ( 7 )




Pasta terakhir


Seperti itu caraku mencoba mengembalikan senyum kakak yang sempat  sirna. Memakan Ravioli Pasta menjadi trauma tersendiri baginya, tapi hari ini  untuk terakhir kalinya aku mencoba mengembalikan senyum kakak dengan mengajaknya memakan Pasta kembali.
Aku berhasil mengembalikan senyum itu, Pasta terakhir ini berhasil membuat senyum kakak kembali. Tapi bukan hanya itu, Ravioli terakhir ini berhasil juga membuat Kakak kembali ke dunia dimana seharusnya dia berada. Bukan lagi hidup di dunia fiksi atau terjebak hidup di masa lalu.
                                                                  

–R. Ellen-

***

“Len!”
“Ya?”
“Pasta terakhir… Is it based on true story or someone real story?”
Aku hanya tersenyum dan menggelengkan kepala.
“It’s… ”
“Dikasih ekspektasi setinggi itu… Tapi ternyata cuma kata-kata…  Menurut kamu apa, Bram?”
“And the story end???”
“Ya!”
“Ada minta maaf atau nggak?”
“Ada… Emang artinya apa?”
“Dia juga mengakui kalau dirinya memang salah, mengakui kesalahannya…”
“Well…”
“Jadi Pasta Terakhir ini, intinya pemulihan trauma…”
“Refleksi dari rasa trauma itu sendiri…”
“Dan saya tahu rasanya trauma hebat kayak gitu…”
“Then?”
“Untuk bener-bener bisa pulih dari trauma hebat kayak gitu, harus kuat keinginan dari dalam diri… Setahuku seperti itu… Melawan ketakutan, harus berani melawan diri sendiri… Karena orang lain tidak bisa merasakan, jadi keinginan terkuat untuk bisa pulih dari trauma harus dari dalam diri sendiri…“
Aku hanya tersenyum.
“Then, start to move…!”
“Start to move!”
“Your point?”
“Kalo Nek Sumi bilang, Jangan permainkan perasaan perempuan hanya untuk kesenangan semata…”
Bram tersenyum dan menganggukkan kepalanya “Start to move, my point!”.
 
                                 
***

-    dee jp - 


Tidak ada komentar: