Pasta terakhir
Seperti
itu caraku mencoba mengembalikan senyum kakak yang sempat sirna. Memakan Ravioli Pasta menjadi trauma
tersendiri baginya, tapi hari ini untuk
terakhir kalinya aku mencoba mengembalikan senyum kakak dengan mengajaknya
memakan Pasta kembali.
Aku
berhasil mengembalikan senyum itu, Pasta terakhir ini berhasil membuat senyum
kakak kembali. Tapi bukan hanya itu, Ravioli terakhir ini berhasil juga membuat
Kakak kembali ke dunia dimana seharusnya dia berada. Bukan lagi hidup di dunia
fiksi atau terjebak hidup di masa lalu.
–R. Ellen-
***
“Len!”
“Ya?”
“Pasta
terakhir… Is it based on true story or someone real story?”
Aku
hanya tersenyum dan menggelengkan kepala.
“It’s…
”
“Dikasih
ekspektasi setinggi itu… Tapi ternyata cuma kata-kata… Menurut kamu apa, Bram?”
“And
the story end???”
“Ya!”
“Ada
minta maaf atau nggak?”
“Ada…
Emang artinya apa?”
“Dia
juga mengakui kalau dirinya memang salah, mengakui kesalahannya…”
“Well…”
“Jadi
Pasta Terakhir ini, intinya pemulihan trauma…”
“Refleksi
dari rasa trauma itu sendiri…”
“Dan
saya tahu rasanya trauma hebat kayak gitu…”
“Then?”
“Untuk
bener-bener bisa pulih dari trauma hebat kayak gitu, harus kuat keinginan dari
dalam diri… Setahuku seperti itu… Melawan ketakutan, harus berani melawan diri
sendiri… Karena orang lain tidak bisa merasakan, jadi keinginan terkuat untuk
bisa pulih dari trauma harus dari dalam diri sendiri…“
Aku
hanya tersenyum.
“Then,
start to move…!”
“Start to move!”
“Your
point?”
“Kalo
Nek Sumi bilang, Jangan permainkan perasaan perempuan hanya untuk kesenangan
semata…”
Bram
tersenyum dan menganggukkan kepalanya “Start to move, my point!”.
***
- dee jp -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar