Minggu, 10 Mei 2015

Nyalak ( 3 )


“Kamu nggak denger apa-apa selama jalan malam itu?” tanya Silly serius.
“Denger apa emang?”     
“Kamu sempet ngerasa ada hal yang aneh nggak selama di kamar?”
“Aneh?”                       
“Iya aneh, Alya!” Gege terdengar sedikit meninggikan suaranya.
Aku mengernyit, berusaha mengingat.
Mulutku berhenti mengunyah, aku menutup dus kecil berisikan brem yang sejak tadi membuatku tak bisa konsentrasi menangkap arah pembicaraan kelima temanku ini.
Memoriku kembali ke saat pertama rombongan sekolah tiba di hotel, saat guru membagikan kunci kamar. Pertama aku masuk kamar hingga berbagi tempat. Giliran menggunakan kamar mandi. Perjalanan bolak-balik malam itu dengan Lutfi, makan malam di hotel, jajan di angkringan, makan sate, belanja oleh-oleh.
Tapi rasanya belum ada sesuatu yang tertangkap dan terasa aneh selama itu. Entah aku yang kurang peka, tapi aku merasa belum tahu kemana arah pembicaraan kelima temanku ini.
“Ada apa sih?”                         
Bisma terdengar menghembuskan nafasnya lagi “Nyalak itu kamar yang selama belasan tahun ini tidak pernah lagi digunakan!”
“Ohhh… Kenapa emang?”
“Belasan tahun lalu, seorang wanita bunuh diri di kamar itu!”
“Katanya dia menggantung diri di kamar mandi, tepat di bawah ventilasi setengah kaca es!” tambah Silly.
“Banyak tukang becak bilang, sejak saat polisi mengambil mayat wanita itu, kamar nyalak tak pernah lagi dibuka!” sambung Gege.
“Serius???” aku langsung mencengkram ujung kemeja Bisma.
“Kita yang pertama, Al!”.
Aku langsung diam sambil kembali berusaha mengingat semua kejadian selama berada di kamar hotel, mulai dari ketibaan hingga kepulangan tadi sore.


***

-    dee jp - 



Tidak ada komentar: