Selesai
makan siang, ketujuh mahasiswa baru yang duduk satu meja denganku segera
berpamitan. Ospek masih akan berlanjut hingga menjelang petang. Tidak boleh
terlambat berkumpul di aula ‘ospek’, karena selalu ada pengumuman sebagai
persyaratan hari berikutnya dan pengumuman tugas yang harus dikerjakan hari itu
juga.
“Selama
‘ospek’-nya hanya dalam bentuk kata dan kalimat… Itu masih bisa diberi
toleransi!”
“Dan
pada akhirnya cukup kita jawab dengan senyum saja…”
Bang
Atar hanya tersenyum dan menganggukkan kepala “Tapi terkadang
tergantung mahasiswanya juga…”
“Maksudnya?”
“Karena
ada juga mahasiswa yang tidak mempan, kan? Dia tetap kokoh saja, cuek menjalani
ospek… Karena yakin, ospek pasti akan berlalu! Dan dengan datarnya bilang ‘Itu
maksudnya saya? Sory ya, abis saya nggak ngerasa kayak gitu sih soalnya!…’
Gitu, Len!”
“Yahhhh…”
Bang
Atar hanya kembali tersenyum.
“Jangan
mencaci, jangan mencela… Lakukan sanggahan yang lebih baik!!!”
“Kutipan
film?”
“Kutipan
dari salah satu penulis favoritku!”
Bang Atar hanya tetap tersenyum.
“Ospek
itu emang perlu ya kayaknya, Bang?”
“Untuk
melatih mental…”
“Pijakan
untuk melangkah ke tahapan hidup selanjutnya?”
“Right!!!” jawab Bang Atar “Karena selepas ospek, mental justru malah jauh lebih kuat untuk
terus melangkah ke tahapan berikutnya!!!”
“Jadi,
yaaa jalani saja…”
“Then,
Life must go on!!!”
“Life
must go on!!!.
Selesai
sedikit kembali berceloteh dan tertawa, Bang Atar langsung merapikan seragam
dan baretnya. Terdengar aba-aba kalau ospek akan berlanjut, Bang Atar pun
mempercepat pamit untuk melanjutkan tugas.
“Good
luck untuk liputan mahasiswa-mahasiswa baru yang lagi pada disopek ini, Len!
Kamu udah pengalaman diospek soalnya hahaa… Jadi lebih tahu bagaimana harus
ambil sikap dan kasih saran ke semua mahasiswa baru itu…”
“Haha…
Semoga… Makasih, Bang!”.
***
- dee jp -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar