Pasta terakhir
“Kata
temen-temen disini juga enak!!” jelasku perlahan.
Raut
wajah kakak kembali datar.
“Meskipun
tempatnya baru!”
Kakak
mulai terlihat tak fokus, terbukti dengan tangannya yang beberapa kali salah
menekan kunci sehingga alarm mobil terus berbunyi dan berhasil menarik
perhatian orang-orang di sekitar tempat parkir.
“Kak!”
aku meraih kunci mobil dari tangan kakak.
Kakak terhenyak dan sadar.
“Ini
restoran Italy yang aku ceritain!” aku menarik kakak untuk segera beralih dari
tempat parkir.
Aku
merasakan tangan kakak gemetar, wajahnya kini terlihat pucat. Tak ada kata yang
keluar dari mulutnya, tatapannya kosong. Caraku dengan membawa kakak kembali ke restoran Italy
seperti ini pasti mengembalikan sepenuhnya semua bayangan Bang Icha, tapi harus
kulakukan karena aku ingin kakak kembali. Kakak tetap harus melanjutkan hidup
dan mengikhlaskan Bang Icha yang telah berada di alam keabadian untuk menjadi
masa lalu.
“Kak!”
Kakak
kembali diam.
“Satu
suap aja!” rayuku.
Kakak
masih diam tak bergeming.
Jantungku
berdebar kencang, aku takut gagal lagi mengembalikan senyum kakak. Tapi
tiba-tiba bibir tipis kakak bergetar sambil menghembuskan nafasnya.
“Untuk
terakhir kalinya ya, De!” ancam kakak sambil mengacungkan jari telunjuknya ke
arahku (lagi).
“Oke!”
jawabku senang dengan mengacungkan jempol.
Lalu
kakak melahap satu suapan Ravioli Pasta tiga rasa yang telah dipesan.
Aku
menundukkan kepala, memejamkan mata dan berdo’a, aku takut gagal lagi, gagal
lagi untuk mengembalikan senyum kakak. Tapi…
“Untuk
terakhir kalinya!!!” ucap kakak lagi.
Aku
langsung menengadah.
Kakak
kembali memakan Ravioli Pasta yang ada di hadapannya dengan senyum mengembang.
***
- dee jp -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar