Sabtu, 23 Mei 2015

Pasta Terakhir ( 1 )




“Asik!”
“Ada cerpen lagi nih!”
“Ceritanya apa, Len?”
“Bukan hantu lagi, kan?”
“Hahaaa…”                                 
“Nggak, bukan…”
“Ntar ada yang protes lagi, ya?” Asty melirik Bram.
Sementara Bram terlihat jelas pura-pura tidak mendengar.
“Isinya tentang apa?”
“Baca aja…”
“Yeee…”
“Heheee…”
“Pasta terakhir…”
“Kok Pasta Terakhir, Len?”
“Habis bingung mau dikasih judul apa!”
“Hahaaa… Iya lah judulnya pake nama makanan atau masakan, Si Ellen kan sekarang ditugaskan untuk ngisi rubrik kuliner… Jadi referensi yang dia baca soal resep, jenis-jenis bumbu, macam-macam masakan khas tiap Negara, sejarahnya, dan lain-lain… Pasti dari situ kan inspirasinya?”
“Hehe…”.
Semua rekan-rekan kerjaku langsung membuka korannya masing-masing, membaca cerpen kali ini. Bram membaca dengan raut yang sangat serius, tapi memang selalu serius setiap kali membaca tulisan-tulisanku. Bahkan terlalu serius, benar-benar serius setiap kali menanggapi tulisanku. Berbeda dengan yang lain, Asty, Cahyo, Axel dan rekan yang lainnya.
“Eh Len, emang “can’t stop writing” sama “ingin terus menulis” apa bedanya?”
“Beda lah… Kalo kategori “can’t stop writing” itu, kata-kata yang mengatur kita… Tapi, kalo kategori “ingin terus menulis” itu, kita yang mengatur kata-kata… ”
“Iya iya… Ngerti…”
“Sekarang gimana? The Words in your head?”
“Much better, Bram…”
“Good luck yah, Len… Smangat!!!” Bram tersenyum lalu lanjut membaca.
“Haha… Mercy, Bram!”.

***

-    dee jp - 


Tidak ada komentar: