Ketujuh-tujuhnya
langsung bercerita tanpa perlu aku ajukan pertanyaan. Mulai dari awal persiapan
yang dilakukan masing-masing hingga akhirnya sampai di tempat berkumpul
kelompok. Banyaknya persyaratan yang diberikan para senior, justru malah
membuat kelompok semakin solid dalam kerjasama.
“Tapi
aneh-aneh persyaratannya, Kak!”
“Harus!”
“Kok harus?”
“Kalo
nggak aneh, bukan persyaratan ospek namanya!”
Mereka
langsung tertawa dan mengangguk-angguk.
Wajah-wajah
baru, aku suka melihat wajah-wajah baru berseri menjemput fase yang lebih
tinggi lagi. Sebelumnya mereka mengenakan seragam putih abu, kemudian memasuki
fase ospek universitas. Seragam putih abu mulai dihiasi atribut-atribut aneh,
perlengkapan ospek sebagai persyaratan yang senior berikan.
Lepas
ospek, “kehidupan” baru pun dimulai. Mengenal lebih banyak lagi individu, lebih
banyak lagi karakter dan kegiatan. Tapi justru, ospek menjadi masa yang paling
berkesan bagiku. Karena dari sana lah aku belajar banyak hal, mengenalkanku
pada banyak hal, hingga aku menjadi seperti sekarang. Ospek, mempertemukanku
dengan ‘dunia’-ku yang sesungguhnya.
“Udah
ngapain aja ospek-nya?”
“Dibentak-bentak!”
jawab ketujuhnya kompak.
“Haha…
Kayak gimana?”
“Iya,
tadi lagi baris gitu tiba-tiba muncul beberapa mahasiswa yang mukanya pake
masker gitu… Terus nyuruh kita nunduk sambil bentak-bentak!”
“Terus?”
“Tapi
terus, di fakultas lain ada yang ngelawan deh kayaknya!”
“Tahu
dari mana?”
“Iya,
soalnya kedengeran senior yang pake masker itu ada yang teriak gini ‘ada yang
ngelawaaaannnn…!!!’ terus beberapa senior yang pake masker yang baris di depan
barisan kita-kita langsung pada teriak ‘tarik! tarik!’… gitu, Kak!”
Aku
melihat Bang Atar hanya menggeleng-gelengkan kepala.
“Kalian?”
“Kita
sih diem aja, yah?”
“Iyaaaa!!!”
jawab keenam mahasiswa lainnya.
“Kenapa?”
“Nggak
kita dengerin terlalu serius juga bentak-bentak mereka… Hehe…!!!”
“Ckckck!”.
***
- dee jp -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar