“Ah
gila!”
“Kenapa,
Bram?” tanyaku dan Cahyo bersamaan.
“Hmh?
Gapapa… Saya lanjutin kerjaan dulu yah!” Bram langsung meninggalkan meja bundar
begitu saja.
Aku
dan Cahyo saling pandang “Jangan bilang…”
“Hahaaaa…”
tawa Axel langsung meledak.
“Badan
doang…” sambung Asty.
“Iya…
Ahahaha…” Cahyo mulai tak bisa lagi menahan tawanya.
“Setiap
orang pasti punya kelemahannya masing-masing…!”
Asty,
Axel dan Cahyo tetap tak bisa menghentikan tawanya.
“Hush! Udah ah jangan berlebihan ketawanya…
Nggak baik!”
“Tapi
lucu, Len!”
“Iya…
Menang di badan doang…”
“Apa
kabarnya ya Bram???”
“Ha---…”.
Baru
akan melanjutkan tawa, Ob kantor datang menghampiri dengan satu kantung plastik
penuh pesananku. Menyerahkan di atas meja bundar dan mengambil jatah ‘honor’
setelah dimintai tolong membelikan pesananku, Ob tersebut pun langsung tak
terlihat lagi di meja bundar.
Mata
Asty, Cahyo dan Axel langsung tajam. Tapi aku lebih senang menyebutnya dengan
istilah ‘beringas’, bak singa kelaparan yang disuguhi mangsa empuk untuk segera
dilahap.
“Apa
nih?”
“Ini
nih kalo pada minta ditraktir!!! Dibilangin nggak ada honor untuk tulisan
fiksi…”
“What???”
“Yahhhh… Kok gorengan doang sih nraktirnya,
Len?”
“Jadi
pada nggak mau nih?”
“Ehhhh
iya-iya… Jangan gitu dong!” ketiganya langsung cengengesan.
***
- dee jp -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar