Jumat, 15 Mei 2015

Nyalak ( 8 )




“Ah gila!”
“Kenapa, Bram?” tanyaku dan Cahyo bersamaan.
“Hmh? Gapapa… Saya lanjutin kerjaan dulu yah!” Bram langsung meninggalkan meja bundar begitu saja.
Aku dan Cahyo saling pandang “Jangan bilang…”
“Hahaaaa…” tawa Axel langsung meledak.
“Badan doang…” sambung Asty.
“Iya… Ahahaha…” Cahyo mulai tak bisa lagi menahan tawanya.
“Setiap orang pasti punya kelemahannya masing-masing…!”
Asty, Axel dan Cahyo tetap tak bisa menghentikan tawanya.
 “Hush! Udah ah jangan berlebihan ketawanya… Nggak baik!”
“Tapi lucu, Len!”
“Iya… Menang di badan doang…”
“Apa kabarnya ya Bram???”
“Ha---…”.
Baru akan melanjutkan tawa, Ob kantor datang menghampiri dengan satu kantung plastik penuh pesananku. Menyerahkan di atas meja bundar dan mengambil jatah ‘honor’ setelah dimintai tolong membelikan pesananku, Ob tersebut pun langsung tak terlihat lagi di meja bundar.
Mata Asty, Cahyo dan Axel langsung tajam. Tapi aku lebih senang menyebutnya dengan istilah ‘beringas’, bak singa kelaparan yang disuguhi mangsa empuk untuk segera dilahap.
“Apa nih?”
“Ini nih kalo pada minta ditraktir!!! Dibilangin nggak ada honor untuk tulisan fiksi…”
“What???”
 “Yahhhh… Kok gorengan doang sih nraktirnya, Len?”
“Jadi pada nggak mau nih?”
“Ehhhh iya-iya… Jangan gitu dong!” ketiganya langsung cengengesan.

***

-    dee jp - 


Tidak ada komentar: