Rabu, 27 Mei 2015

Pasta Terakhir ( 5 )




Pasta terakhir


“Ayo, kaaakkk!” rengekku sambil menarik tangan kakak agar segera keluar dari mobil.
Raut wajah kakak datar tanpa ekspresi.
“Kak, Pleeeaassseee!”.                
Kakak tetap tak bergeming tanpa ekspresi.
“Kak?”                                             
Kakak masih tak bergeming, diam di balik kemudi. Tidak mengangguk,  tapi tidak juga mengiyakan permintaanku untuk turun dari mobil.
Hari ini, lagi, aku mencoba untuk mengembalikan senyum kakak meski  aku tahu ini takkan mudah. Mungkin ini untuk yang terakhir kalinya aku mencoba melakukan hal ini, aku hanya ingin membuat kakak kembali ceria.
“Terakhir ya!” ucap kakak sambil mengarahkan telunjuknya ke mukaku.
Aku tersenyum sambil mengacungkan jari telunjuk dan jari tengah bersamaan sebagai tanda aku berjanji.
Akhirnya kakak turun juga dari mobil.
Aku masih melihat ketakutan itu, aku masih melihat raut wajah dingin itu meski kakak berusaha tak terlihat demikian. Hati kakak masih belum bisa melupakan semua kenangan Bang Icha, kakak masih ada dengan Bang Icha yang telah pergi ke alam keabadian.
Bayangan Bang Icha masih belum bisa kakak lepas.
Tapi mau sampai kapan?
Itu pertanyaan dalam benak yang tak pernah bisa kusampaikan pada kakak. Bukankah kakak harus melanjutkan hidup, harus bisa segera melepas bayangan Bang Icha, kakak harus hidup normal seperti yang lainnya. Tak mungkin kakak kelak berrumah tangga dengan tokoh fiksinya atau dengan bayangan Bang Icha.
Meski aku dan seluruh keluarga tahu, tak satu pun dari kami yang pernah merasakan hal yang kakak rasakan. Hanya kakak yang tahu seperti apa rasanya harus menerima kenyataan ditinggal seseorang yang dicintainya menjelang detik-detik terakhir.
                                                          
                                          
***

-    dee jp - 


                                                                 

Tidak ada komentar: