Pasta terakhir
Akhirnya
cinta pun datang karena terbiasa, pepatah itu berlaku untuk Kakak dan Bang
Icha. Karena kerapnya intensitas pertemuan seiring diskusi tentang dunia
kuliner, membuat Bang Icha mulai melakukan kunjungan ke rumah kami. Bertemu
papa, mama, keluarga besar hingga
hubungan keduanya pun berlanjut ke tahap yang lebih serius.
Aku
tahu seperti apa kakakku, dia tidak mencari yang sempurna tapi dia mencari
seseorang yang benar-benar bisa membuatnya jatuh cinta.
Bang
Icha berhasil membuatnya demikian, bukan melalui kata-kata tapi Bang Icha
membuat kakak jatuh cinta melalui masakan yang dibuatnya. Bukan dari mata turun
ke hati yang pernah Bang Icha lakukan pada kakak, tapi dari perut naik ke hati.
Karena ketika dicandai kakak jatuh cinta karena kegantengan Bang Icha, jawaban
kakak selalu
“Pria
ganteng itu banyak, tapi yang bisa membuat jatuh cinta karena masakan
buatannya… itu yang tidak banyak… Tak perlu merayu, tak perlu berkata-kata!”
“Kalo
yang ala-ala ‘Guo Pin Chou atau Dylan Guo’, Kak?”
Tapi
Kakak selalu menjawab pertanyaan itu
hanya dengan tawa.
Kehadiran
Bang Icha dalam hidup kakak, memang telah benar-benar berhasil membuat kakak
jatuh cinta lagi, bukan lagi dalam bentuk kata tapi nyata. Dapur dan naskah, menjadi dunia yang harus
kakak bagi dua dengan adil. Tak bisa tidak, kakak yang sudah jatuh cinta dengan
dunia memasak, lebih-lebih lagi dibuat semakin tergila-gila dengan dunia tersebut
setelah kehadiran Bang Icha di hidupnya.
Tapi
sayangnya, dunia memasak yang sedang sangat digila-gilainya itu sirna seketika
semenjak kepergian Bang Icha. Kakak tak pernah lagi menyentuh dapur, menyentuh
dunia memasak yang membuatnya ‘mendua’ dari dunia kata. Kakak hanya terus
berkutat dengan dunia menulisnya, menjadi sosok dingin layaknya tumpukan buku
yang memenuhi kamarnya.
***
- dee jp -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar