Sabtu, 18 April 2015

Tirta Sumijoyo ( 7 )



“Sebaiknya kamu mulai menyajikan makanan tambahan ke meja, Len?”
“Hmh?”            
“Biar nenek yang menyelesaikan masakan yang tinggal sebentar lagi ini, kamu atur meja dan… Iya itu saja!”
“Okke!”.
Tanpa perlu menunggu perintah Nek Sumi selanjutnya, aku langsung mengambil hal-hal yang tadi Nek Sumi tunjuk. Roti, garpu, serbet, gelas dan beberapa perlengkapan lainnya plus makanan tambahan, semuanya aku angkut sekaligus ke ruang makan. Berat, tapi lebih baik bagiku dibanding harus bolak-balik antara dapur dan ruang makan.
Aku lihat Kakek Arthur masih duduk dengan setumpuk surat kabar di sampingnya di teras belakang yang tepat berada di depan ruang makan. Sedangkan Tirta duduk di ruang tengah, terlihat sangat konsentrasi menatap layar laptopnya.
Mulai mengatur meja untuk empat orang, meletakkan peralatan makan. Feels like home, kehangatan seperti di rumahku sendiri yang aku rasakan di flat ini. Nek Sumi, Kakek Arthur dan Tirta. Ketiganya orang asing bagiku, tapi aku tidak merasakan itu sejak pertama menginjakkan kaki di tempat ini.
“Waww… Makan siang special?”
“Her special dish, Arthur!”
“Really?”
“It’s…  
“???”
“But it’s…”
Nek Sumi tersenyum dan mendelik padaku.
 “Tapi aku hanya membantu… I just keep my eyes on you, right?”
Nek Sumi hanya tetap tersenyum.
“Tapi tetap menjadi special!” sambung Tirta sambil melempar senyum dan sekali lagi mengedipkan sebelah matanya, tapi kali ini ke arahku.
“Mungkin kamu harus segera memeriksakan mata kananmu agar tidak berkedip-kedip terus seperti itu, anak bungsuku yang paling tampan!”
Tirta hanya menjawab Nek Sumi dengan tawa.


***

-    dee jp - 



Tidak ada komentar: