“Sebaiknya
kamu mulai menyajikan makanan tambahan ke meja, Len?”
“Hmh?”
“Biar
nenek yang menyelesaikan masakan yang tinggal sebentar lagi ini, kamu atur meja
dan… Iya itu saja!”
“Okke!”.
Tanpa
perlu menunggu perintah Nek Sumi selanjutnya, aku langsung mengambil hal-hal
yang tadi Nek Sumi tunjuk. Roti, garpu, serbet, gelas dan beberapa perlengkapan
lainnya plus makanan tambahan, semuanya aku angkut sekaligus ke ruang makan.
Berat, tapi lebih baik bagiku dibanding harus bolak-balik antara dapur dan
ruang makan.
Aku
lihat Kakek Arthur masih duduk dengan setumpuk surat kabar di sampingnya di
teras belakang yang tepat berada di depan ruang makan. Sedangkan Tirta duduk di
ruang tengah, terlihat sangat konsentrasi menatap layar laptopnya.
Mulai
mengatur meja untuk empat orang, meletakkan peralatan makan. Feels like home,
kehangatan seperti di rumahku sendiri yang aku rasakan di flat ini. Nek Sumi,
Kakek Arthur dan Tirta. Ketiganya orang asing bagiku, tapi aku tidak merasakan
itu sejak pertama menginjakkan kaki di tempat ini.
“Waww…
Makan siang special?”
“Her
special dish, Arthur!”
“Really?”
“It’s…
”
“???”
“But
it’s…”
Nek
Sumi tersenyum dan mendelik padaku.
“Tapi aku hanya membantu… I just keep my eyes
on you, right?”
Nek
Sumi hanya tetap tersenyum.
“Tapi
tetap menjadi special!” sambung Tirta sambil melempar senyum dan sekali lagi
mengedipkan sebelah matanya, tapi kali ini ke arahku.
“Mungkin
kamu harus segera memeriksakan mata kananmu agar tidak berkedip-kedip terus
seperti itu, anak bungsuku yang paling tampan!”
Tirta
hanya menjawab Nek Sumi dengan tawa.
***
- dee jp -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar