Senin, 06 April 2015

Hanya Kota Tua ( 1 )



Menyusuri Kota Tua, melangkah, mengikuti arah visual. Bukan tentang manusia-nya saja, tapi juga tentang Kota Tua-nya itu sendiri. Hanya Kota Tua, hanya Di Kota Tua, Kota Tua. Sebuah kota kecil yang luas wilayahnya tidak mencapai seperlima bagian dari wilayah ibukota, dengan  keberagaman yang dimilikinya.
Berjalan melintasi bangunan-bangunan tua peninggalan Belanda, bangunan-bangunan yang masih berdiri kokoh tanpa pernah tersentuh perubahan jaman. Mungkin mengambil makna atau filosofi dari bangunan-bangunan peninggalan Belanda yang ‘tak pernah tersentuh jaman’ ini, hingga kini kota ini tetap dengan nama Kota Tua.
Tapi bukan berarti tidak ada bangunan lain yang modern, tetap saja ada bangunan bernuansa modern yang harus ikut mewarnai kota ini. Hanya  membatasi jumlahnya saja, setahuku seperti itu, berdasarkan informasi yang aku peroleh tanpa sengaja selama berada di kota ini.
Museum, universitas, pusat pemerintahan, sekolah, pusat perbelanjaan tradisional dan modern, coffee shop seperti milik Abizar, perpustakaan kota, gelanggang olahraga, beberapa kantor berita, termasuk tempat ibadah.
Satu lagi informasi lainnya yang baru kuperoleh, informasi untuk memperbaharui pengetahuanku tentang wilayah Kota Tua. Informasi yang mengingatkanku ke masa sekolah dulu, mengingatkanku ke kelas yang jarang memberiku nilai A plus, kelas geografi. Kelas yang mempelajari bahwa bumi terdiri dari lempengan, lapisan kerak bumi, retakan dan  patahan.
Ketika terjadi pergeseran lempengan kerak bumi, maka akan terjadi guncangan di sebagian wilayah. Kemudian, efek lain yang timbul setelah guncangan, salah satu diantaranya adalah tsunami. Gejala alam dimana air laut ‘tumpah’ ke daratan.
Kemungkinan lain yang akan timbul ketika terjadi pergeseran lempengan kerak bumi, wilayah yang asalnya daratan bisa berubah menjadi lautan dan begitu pula sebaliknya. Setahuku seperti itu, tapi aku tidak memiliki kapasitas yang cukup untuk menulis tentang kajian ini di Morning Compass.
Dan, Kota Tua merupakan sebuah kota kecil yang berdiri tepat di atas retakan  atau patahan lempengan kerak bumi. Maka kota ini merupakan kota yang sangat rentan terhadap guncangan, baik skala kecil maupun skala besar.
Begitu pula dengan wilayah pesisirnya, sangat berpotensi terjadi tsunami ketika terjadi pergeseran lempengan kerak bumi. Karena pusat kajian sejarah Kota Tua pernah mencatat satu sisi wilayah Kota Tua, dimana sebuah wilayah perbukitan berubah menjadi dasar laut dan dasar laut mencuat ke permukaan menjadi daratan, bahkan sebagian tidak hanya menjadi daratan tapi mencuat ke permukaan menjadi wilayah dataran tinggi.
Namun dalam jangka waktu yang tidak pernah diketahui, semuanya bisa berubah kembali ke posisi semula. Dasar lautan yang sempat menjadi wilayah daratan atau dataran tinggi, ketika kembali terjadi pergerakan lempengan kerak bumi, bukan tidak mungkin akan kembali menjadi dasar lautan. Begitu pula sebaliknya.
Tidak pernah ada yang tahu jangka waktu siklus ini terjadi, karena tidak pernah ada yang bisa memprediksi. Tapi para ahli sejarah Kota Tua mengatakan, siklus seperti itu akan terus terjadi, lapisan atau lempengan kerak bumi akan kembali mengalami pergeseran atau pergerakan.
Karena peristiwa-peristiwa seperti itu telah tercatat dengan rapih dalam catatan sejarah Kota Tua, pengulangan peristiwa yang selalu merubah kontur tanah dan wilayah Kota Tua.


                                                                     ***             

-    dee jp - 


Tidak ada komentar: