Menyusuri
Kota Tua, melangkah, mengikuti arah visual. Bukan tentang manusia-nya saja, tapi
juga tentang Kota Tua-nya itu sendiri. Hanya Kota Tua, hanya Di Kota Tua, Kota
Tua. Sebuah kota kecil yang luas wilayahnya tidak mencapai seperlima bagian
dari wilayah ibukota, dengan keberagaman
yang dimilikinya.
Berjalan
melintasi bangunan-bangunan tua peninggalan Belanda, bangunan-bangunan yang
masih berdiri kokoh tanpa pernah tersentuh perubahan jaman. Mungkin mengambil makna
atau filosofi dari bangunan-bangunan peninggalan Belanda yang ‘tak pernah
tersentuh jaman’ ini, hingga kini kota ini tetap dengan nama Kota Tua.
Tapi
bukan berarti tidak ada bangunan lain yang modern, tetap saja ada bangunan
bernuansa modern yang harus ikut mewarnai kota ini. Hanya membatasi jumlahnya saja, setahuku seperti itu,
berdasarkan informasi yang aku peroleh tanpa sengaja selama berada di kota ini.
Museum,
universitas, pusat pemerintahan, sekolah, pusat perbelanjaan tradisional dan
modern, coffee shop seperti milik Abizar, perpustakaan kota, gelanggang
olahraga, beberapa kantor berita, termasuk tempat ibadah.
Satu
lagi informasi lainnya yang baru kuperoleh, informasi untuk memperbaharui
pengetahuanku tentang wilayah Kota Tua. Informasi yang mengingatkanku ke masa
sekolah dulu, mengingatkanku ke kelas yang jarang memberiku nilai A plus, kelas
geografi. Kelas yang mempelajari bahwa bumi terdiri dari lempengan, lapisan
kerak bumi, retakan dan patahan.
Ketika
terjadi pergeseran lempengan kerak bumi, maka akan terjadi guncangan di
sebagian wilayah. Kemudian, efek lain yang timbul setelah guncangan, salah satu
diantaranya adalah tsunami. Gejala alam dimana air laut ‘tumpah’ ke daratan.
Kemungkinan
lain yang akan timbul ketika terjadi pergeseran lempengan kerak bumi, wilayah
yang asalnya daratan bisa berubah menjadi lautan dan begitu pula sebaliknya. Setahuku
seperti itu, tapi aku tidak memiliki kapasitas yang cukup untuk menulis tentang
kajian ini di Morning Compass.
Dan,
Kota Tua merupakan sebuah kota kecil yang berdiri tepat di atas retakan atau patahan lempengan kerak bumi. Maka kota
ini merupakan kota yang sangat rentan terhadap guncangan, baik skala kecil
maupun skala besar.
Begitu
pula dengan wilayah pesisirnya, sangat berpotensi terjadi tsunami ketika
terjadi pergeseran lempengan kerak bumi. Karena pusat kajian sejarah Kota Tua
pernah mencatat satu sisi wilayah Kota Tua, dimana sebuah wilayah perbukitan
berubah menjadi dasar laut dan dasar laut mencuat ke permukaan menjadi daratan,
bahkan sebagian tidak hanya menjadi daratan tapi mencuat ke permukaan menjadi
wilayah dataran tinggi.
Namun
dalam jangka waktu yang tidak pernah diketahui, semuanya bisa berubah kembali
ke posisi semula. Dasar lautan yang sempat menjadi wilayah daratan atau dataran
tinggi, ketika kembali terjadi pergerakan lempengan kerak bumi, bukan tidak
mungkin akan kembali menjadi dasar lautan. Begitu pula sebaliknya.
Tidak
pernah ada yang tahu jangka waktu siklus ini terjadi, karena tidak pernah ada
yang bisa memprediksi. Tapi para ahli sejarah Kota Tua mengatakan, siklus
seperti itu akan terus terjadi, lapisan atau lempengan kerak bumi akan kembali
mengalami pergeseran atau pergerakan.
Karena
peristiwa-peristiwa seperti itu telah tercatat dengan rapih dalam catatan sejarah
Kota Tua, pengulangan peristiwa yang selalu merubah kontur tanah dan wilayah Kota
Tua.
***
- dee jp -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar