Rabu, 08 April 2015

Hanya Kota Tua ( 2 )



Salah satu museum favorit, museum sejarah purbakala. Tapi aku tidak ingin membahas teori Darwin, aku tidak memiliki pemahaman yang sama dengan teori tersebut, bahkan bertolak belakang. Jadi tidak perlu dibaca dan dibahas, cukup dihindari saja. Karena sekali dibahas, hanya akan menjadi dialog tanpa akhir.
Banyak ragam, banyak cerita, banyak persitiwa, banyak sisi Kota Tua yang belum ‘kusentuh’ melalui Morning Compass. Menjadi cerita, menjadi catatan, menjadi pengalaman baru. Termasuk tentang museum sejarah purbakala, salah satu museum kebangaan Kota Tua.
“Sudah berapa lama bekerja sebagai pemandu wisata?”
“Waktu normal untuk menyelesaikan pendidikan strata satu…”
“Enam tahun, bagiku itu normal…”
“Hahaaa… Sekitar empat tahun…”
“Aku hanya bercanda…”
“Untuk menghibur diri?”                           
“Yang penting cum laude!”
“Hahaa…”.
Satu lagi orang yang baru kukenal di Kota Tua yang dengan mudahnya menjadi akrab, Camilla. Seorang pemandu wisata, pekerjaan berbicara seharian penuh. Pekerjaan yang menuntut untuk selalu bersikap ramah, luwes dan tak pernah lepas dari senyuman. Ini pertemuan pertamaku dengan Camilla, tapi seperti teman lama yang baru dipertemukan kembali.
Mungkin bisa awet muda, selain sebagai guru taman kanak-kanak seperti Kak Meta. Tapi sayangnya, aku tidak ada bakat. Langsung pada inti pembicaraan, aku lebih suka dibanding harus basa-basi. Mungkin bisa, tapi hanya sebentar saja.
“Bagaimana Kota Tua sejauh ini?”
“Belum terlalu banyak yang aku ‘sentuh’…”
“Segalanya berarti di kota ini, Len!”
“Maksudmu?”
“Semua hal memegang perannya masing-masing…”
“Karena setiap hal ada dan tercipta untuk menjadi pemeran utama?”
“Dengan ceritanya masing-masing…”
Aku dan Camilla tersenyum sambil membuka kaleng minuman bersoda.


***

-    dee jp - 


Tidak ada komentar: