Salah
satu museum favorit, museum sejarah purbakala. Tapi aku tidak ingin membahas
teori Darwin, aku tidak memiliki pemahaman yang sama dengan teori tersebut,
bahkan bertolak belakang. Jadi tidak perlu dibaca dan dibahas, cukup dihindari
saja. Karena sekali dibahas, hanya akan menjadi dialog tanpa akhir.
Banyak
ragam, banyak cerita, banyak persitiwa, banyak sisi Kota Tua yang belum
‘kusentuh’ melalui Morning Compass. Menjadi cerita, menjadi catatan, menjadi
pengalaman baru. Termasuk tentang museum sejarah purbakala, salah satu museum
kebangaan Kota Tua.
“Sudah
berapa lama bekerja sebagai pemandu wisata?”
“Waktu
normal untuk menyelesaikan pendidikan strata satu…”
“Enam
tahun, bagiku itu normal…”
“Hahaaa…
Sekitar empat tahun…”
“Aku
hanya bercanda…”
“Untuk menghibur diri?”
“Yang
penting cum laude!”
“Hahaa…”.
Satu
lagi orang yang baru kukenal di Kota Tua yang dengan mudahnya menjadi akrab,
Camilla. Seorang pemandu wisata, pekerjaan berbicara seharian penuh. Pekerjaan
yang menuntut untuk selalu bersikap ramah, luwes dan tak pernah lepas dari
senyuman. Ini pertemuan pertamaku dengan Camilla, tapi seperti teman lama yang
baru dipertemukan kembali.
Mungkin
bisa awet muda, selain sebagai guru taman kanak-kanak seperti Kak Meta. Tapi
sayangnya, aku tidak ada bakat. Langsung pada inti pembicaraan, aku lebih suka
dibanding harus basa-basi. Mungkin bisa, tapi hanya sebentar saja.
“Bagaimana
Kota Tua sejauh ini?”
“Belum
terlalu banyak yang aku ‘sentuh’…”
“Segalanya
berarti di kota ini, Len!”
“Maksudmu?”
“Semua
hal memegang perannya masing-masing…”
“Karena
setiap hal ada dan tercipta untuk menjadi pemeran utama?”
“Dengan
ceritanya masing-masing…”
Aku
dan Camilla tersenyum sambil membuka kaleng minuman bersoda.
***
- dee jp -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar