Jumat, 10 April 2015

Hanya Kota Tua ( 4 )



Masih banyak yang harus kupelajari tentang Kota Tua, mendengar cerita-cerita Camilla, aku malu sendiri. Kalau dihitung-hitung, lima persen pun aku belum sampai. Sedangkan Camilla, dia tahu banyak dan tahu persis tentang seluk beluk Kota Tua. Mulai dari sejarah hingga ‘jalan tikus’ sebagai jalur alternatif ketika jalur utama tidak boleh dilalui.
“Dulu aku pun sekolah bahasa…”
“Oiyah?”                                        
“Ya, sama denganmu…”
Aku hanya tersenyum.
“Aku ingin sekali menjadi editor…”
“Kau ambil kelas itu?”
Dia mengangguk.
“Tapi?”
“Blurb dan sinopsis saja, hingga sekarang aku masih tidak bisa membedakan…”
“Hahaaa… Aku pun begitu…”
“Oiyah?”
“Ya, aku juga pernah ikut tes editor!”
“Lalu?”
“Hingga aku akhirnya menemukan ‘dunia’ dan ‘nyawa’-ku disini, tapi harus melalui tes editor yang gagal dulu hari itu…!”
“Kecewa?”
“Saat itu iya…”
Camilla mengangguk-angguk “Jalan hidup tidak selalu mulus seperti yang kita inginkan?”
“Ya… Tapi akhirnya aku bisa benar-benar memahami pembenaran akan pernyataan itu…”
 “Pemahaman akan semakin kuat jika didasari pengalaman!”
Aku menoleh penuh penasaran.
Camilla tersenyum “Analoginya seperti… Hari ini kamu harus berlari mengelilingi lapangan sepakbola. Bahkan mungkin harus lari lebih dari sepuluh putaran… Tumbang di tengah jalan, kelelahan, haus, pusing, ingin menyerah begitu saja…”
Aku tersenyum.
“Tapi ketika keesokan harinya, kamu harus mengelilingi lapangan bulutangkis…  Kamu akan merasa jauh lebih ringan!”
Aku menganggukkan kepala tanda setuju.
“Sebagai perempuan pemandu wisata, semuanya tidak semudah seperti yang kamu lihat hari ini, Len!”
“Maksudmu?”
“Beberapa pekerjaanku sebelumnya, sering hanya ‘dipandang sebelah mata’… Dianggap tidak memiliki masa depan dan dianggap rendah… Aku dicibir, dihina… Bahkan dihujat, diasingkan, hingga difitnah…”
“Ahhh… Bercanda?”
Camilla menggelengkan kepalanya “Hingga pada suatu hari, akhirnya aku benar-benar harus merasakan berada di titik nol… “
“Then?”
“Tapi dari sana aku bisa melihat semuanya… Aku bisa melihat semua hal… Melihat hal yang selama ini tidak terlihat… Termasuk menjadikan jelas hal yang selama ini terlihat, tapi samar… Aku benar-benar bisa melihatnya dengan jelas, melihat semua hal dengan sangat jelas…”
“Maksudmu?”
Camilla memutar globe yang ada di atas meja ruangan utama museum lalu tersenyum ke arahku.
“Ya?”
“Tapi justru ketika beranjak dari sana lah, akhirnya aku bisa menjadi diriku sendiri… Tidak perlu lagi menjadi orang lain, hanya karena takut terlihat beda…”
“Pengalaman adalah guru yang terbaik?”
“Jangan pernah takut untuk berada di titik ini!” jawab Camilla sambil tersenyum.
“Itu point pentingnya?”
“Akan kita lanjutkan perjalanan ke sisi lain Kota Tua?”
“Dengan cerita yang lain?”
Camilla mengangguk dengan senyumnya.
“Jangan tunggu hingga matahari terbenam!”.


***

-    dee jp - 


Tidak ada komentar: