Jumat, 17 April 2015

Tirta Sumijoyo ( 6 )



‘Tidak ada istilah konsentrasi terpecah!’.
Kalimat itu tak henti-hentinya terputar di kepalaku. Tanganku mengaduk-aduk sayuran di panci, tapi pikiranku tidak disana. Memasak dan bekerja sebagai jurnalis, dua jenis pekerjaan yang bagiku sudah seperti detak jantung dan aliran darah. Dengan keduanya, seolah aku… aku seperti  baru tetap bisa bernafas dengan keberadaan kedua pekerjaan itu. Tapi keduanya tidak bisa dijadikan pilihan, karena keduanya memang hal yang berbeda.
Dengan kata lain, aku memang benar-benar tetap ingin mengerjakan pekerjaanku sebagai jurnalis tapi tetap bisa memasak. Pernyataan Nek Sumi, merupakan pembenaran atas keinginanku. Aku rasa setiap orang akan melakukan hal yang sama denganku, setelah menemukan ‘dunia’-nya masing-masing. Melelahkan dan sangat melelahkan, menguras tenaga juga pikiran  mengerjakan kedua pekerjaan itu, tapi aku benar-benar bahagia.
 “Perempuan itu harus bisa memasak…”
“Hmh?”
“Melamun?”                                                   
“Maaf, Nek!”
“Mungkin terdengar sangat kolot, kuno, tidak sesuai perkembangan jaman…”
“Apa?”
“Mengenai seorang perempuan yang… Pada dasarnya, bagi Nenek, perempuan itu harus bisa memasak… Berkarir di bidang apa pun…”
“Kenapa?”
“Kenapa?”
“Iya, kenapa?”
Nek Sumi tersenyum “Masakan khas ibu yang seorang anak rindukan, tidak akan bisa digantikan makanan termahal di belahan bumi mana pun…”
“Ya!”
“Kamu setuju?”
“Sangat setuju!”
Nek Sumi tersenyum tapi tetap setelah itu menepuk bahuku, agar masakan tidak sampai gosong meski diselingi obrolan.


***

-    dee jp - 



Tidak ada komentar: