Jumat, 09 Januari 2015

Morning Compass (Bagian Ketiga)



Seorang wanita paruh baya yang tak kenal lelah, untuk pertama kalinya aku melihat wanita setangguh itu di usianya yang sudah tak lagi muda. Semangat yang tak pernah pudar setiap kali keringat membasahi keningnya, karena setiap kali itu pula dia melap keringat itu dan kembali melanjutkan  pekerjaan yang telah dimulainya.
Aku menyukai semangat itu, semangat yang berbanding terbalik dengan usia.
“Ellen?”
“Nek?”
“Bekerja?”
“Hari pertama!”
“Good Luck!”
“Thank u!”
“Have a good day, dear!”
Aku hanya sempat membalas ucapan nenek yang pagi ini mengenakan topi bundar dan sweater rajutan berwarna cokelat dengan lambaian tangan saja,  karena bus di halte depan flat akan segera berangkat. Gigitan terakhir roti selai kacang sebagai sarapan pagi ini, kulahap sekaligus agar tangan kiriku bisa membantu menyeimbangkan tubuhku untuk segera berlari.
“Di belakang masih ada yang kosong!” ucap sopir bus dengan ramah dari balik kemudi.
Aku hanya tersenyum sambil menganggukkan kepala, nafasku masih sedikit terengah-engah meski hanya untuk mengucapkan terima kasih.
“Ke belakang saja terus!”
“Hah?”
Tangan kanan sopir bus memberi isyarat agar aku terus ke jok di barisan belakang “Di belakang masih banyak jok yang kosong!”
“Iya!” jawabku singkat.
Mataku pun seketika menunjuk ke jok paling belakang.
“Ini kosong?” tanyaku singkat pada penumpang di jok depannya.
“Ya!”
“Ya, terima kasih!”
Penumpang tersebut hanya tersenyum dan mengangguk.
Oke, ini akan menjadi perjalanan pertama yang menyenangkan. Kukira begitu, tapi memang harus begitu.
  
***

-    dee jp -

Tidak ada komentar: