“Tell
her!”
Mataku
memelototi Kak Meta.
“Tentu
aku yakin, Len!”
“Ada
yang terlewatkan?” Nek Sumi tersenyum.
Bukan
ragu untuk mulai bercerita, tapi aku sedikit bingung harus mulai dari mana
menceritakannya. Nek Sumi berbeda dengan Kak Meta, tentu saja aku harus
menggunakan cara dan kata-kata yang berbeda pula. Tidak hanya faktor usia, tapi
faktor kedekatan memiliki pengaruh juga.
Aku
mulai terbata-bata, Kak Meta dan Nek Sumi terlihat gemas memandangiku. Baru
akan mulai berbicara, aku langsung ‘huuhhh!’, ‘fiuhh’ dan ‘emmm’. Akhirnya aku
hanya kembali melanjutkan sisa salad di mangkuk dan air jeruk yang telah kembali
diisi ulang.
“Harus
aku, Len?”
“No!”
Nek
Sumi dan Kak Meta langsung tertawa.
Akhirnya
aku bercerita juga, menceritakan kembali ke saat pertemuanku dengan Abizar.
Menceritakan semua yang terjadi selama pertemuan itu, menceritakan gerak-gerik
dan bahasa tubuh Abizar, kata-kata yang keluar dari mulut Abizar dan semua hal
sampai tak ada lagi yang tersisa.
Jujur
saja, pertemuan dengan Abizar hari itu memang ‘cukup’ menghambat aktivitas dan
pekerjaanku. Karena itu aku terkadang ‘benci’ ada dalam situasi seperti ini,
tapi hal-hal seperti ini tentu saja akan terjadi secara alami pada setiap
individu.
“You’re
falling in love, darling!”
“No,
I’m not!”
“Your
eyes!” tambah Nek Sumi “You can’t lie!”.
Kak
Meta tersenyum.
“Dia
sahabatku, Nek!”
“Kamu
sudah mengatakannya tadi!”
“Abizar
pasti sudah sangat memahami hal-hal seperti itu, Len!” tambah Kak Meta sambil
mengambil sosis bakar kembali.
“Let
me tell you something, my little girl!” Nek Sumi lalu merubah posisi duduknya
sambil menuang kentang dari mangkuk besar ke piringnya.
Mata
Kak Meta terlihat jauh lebih antusias.
“Pertama,
apa yang sebetulnya kamu pikirkan saat Abizar mengatakan ‘stop pretending’ dan
‘kamu memikirkan hal yang sama denganku’… apa yang terpikir olehmu, Len?”
“Perasaanku
dan Abizar…”
“Perasaan
apa?”
“Perasaan
yang lebih dari sekedar sahabat…”
“Lalu?”
Aku
memandang bingung.
“Ada
hal lain yang terpikir olehmu selain hanya tentang perasaan di pertemuan
pertama itu?”
“Tidak
ada…”
“Hanya
soal perasaan yang kamu pikirkan, Len?” sergah Kak Meta.
Aku
hanya mengangguk sambil melanjutkan ke sosis bakar ronde ketiga. Tanpa sadar,
aku sudah mengambil sosis ketiga ternyata. But it’s oke, toh semua makanan ini
disajikan memang untuk dimakan bukan? Bukan untuk disisakan! Tapi hanya alibiku saja... tentu
saja, karena ini sudah sosis ketiga.
Kak
Meta menaruh kembali gelasnya “Hanya soal perasaan yang saat itu terpikir
olehmu?”
“Memang
apalagi?” tanyaku bingung setelah melahap potongan pertama sosis ketiga.
Kak
Meta dan Nek Sumi saling pandang penuh senyum.
“Lalu
kenapa waktu itu kamu mengatakan ‘jangan berpikir terlalu jauh?’ padaku, Len?”
“Tentu
saja tidak mungkin aku dan Abizar langsung pacaran atau jadian layaknya anak-anak
muda.... Apalagi katakan cinta… Ahahaaaa… sungguh Abg sekali… ”
Nek
Sumi dan Kak Meta kembali saling lempar senyum.
Namun
baru akan melanjutkan curhatanku, Pak Pos tiba dengan banyak kiriman. Terpaksa
aku, Nek Sumi dan Kak Meta harus berhenti sejenak. Apa boleh buat, tinggal melanjutkan
kembali mangkuk salad yang tampaknya sudah mulai kosong dan meraung-raung
kembali meminta untuk isi ulang.
***
- dee jp -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar