Black
Pearl, aku ingat isitilah itu sekarang. Black pearl adalah istilah yang selalu
Abi gunakan sejak jaman kuliah.
“Mutiara
kan tidak semua berwarna putih, Len!”
Aku
mengernyit dan menatap Abi untuk penjelasan lebih lanjut.
“See
what others don’t!!!”
“Emmm???”
Abi
hanya menjawab dengan senyuman.
“Black
Pearl Coffee???”
“Hahaaa…!”
“1-1?”
“Ya!”
“Lalu?”
“Setiap
hal harus dimulai dari hal yang kecil, Len!”
Abi
mulai menceritakan awal berdirinya Black Pearl Coffee. Tidak semudah membalikkan
telapak tangan, proses berlalu perlahan-lahan dengan berbagai tahapan. Bermula
dari klien-kliennya dan kegemaran Abi meminum kopi, akhirnya kini berdiri Black
Pearl Coffee.
Filosofi
Black Pearl bagi Abi, seperti proses mutiara sesungguhnya. Untuk menjadi mahal,
harus melalui proses yang panjang. Proses panjang yang memiliki banyak tahapan,
tahapan yang tidak mudah hingga akhirnya bisa menghasilkan mutiara mahal.
Abi
benar-benar berbeda, bukan lagi Abi yang “petakilan” & “pecicilan”-nya sama
denganku semasa kuliah dulu. Sikap dan pemikirannya kini, jauh lebih dewasa
dibandingkan usianya. Matanya pun berbinar bak mutiara hitam, begitu pula
dengan kata-kata yang keluar dari mulut Abi,
menularkan aura positif. Tidak setiap orang mampu melakukannya.
Mungkin
berkaitan dengan profesi Abi sebagai psikolog atau memang itulah Abi yang
sekarang. Tapi bagiku, dia-lah Black Pearl itu sendiri. Dia tidak menggurui,
tapi dia berbagi pengalamannya denganku.
“Oke
bapak psikolog!”
Abi
mengernyit.
“Hari
sudah senja, sudah lebih dari satu cangkir kopi pula yang telah menemani kita!”
Abi
tersenyum “Aku antar yah?!”
“Aku
sedang menikmati perjalanan dengan bus di kota tua!”
“Ba-ik-lah!”
Abi kembali tersenyum.
“Masih
bisa ‘konsultasi’ kan untuk hari-hari yang akan datang?”
“Setiap
saat!”.
***
- dee jp -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar