Kamis, 15 Januari 2015

Black Pearl (Part 5)



Black Pearl, aku ingat isitilah itu sekarang. Black pearl adalah istilah yang selalu Abi gunakan sejak jaman kuliah.
“Mutiara kan tidak semua berwarna putih, Len!”
Aku mengernyit dan menatap Abi untuk penjelasan lebih lanjut.
“See what others don’t!!!”
“Emmm???”
Abi hanya menjawab dengan senyuman.
“Black Pearl Coffee???”
“Hahaaa…!”
“1-1?”
“Ya!”
“Lalu?”
“Setiap hal harus dimulai dari hal yang kecil, Len!”
Abi mulai menceritakan awal berdirinya Black Pearl Coffee. Tidak semudah membalikkan telapak tangan, proses berlalu perlahan-lahan dengan berbagai tahapan. Bermula dari klien-kliennya dan kegemaran Abi meminum kopi, akhirnya kini berdiri Black Pearl Coffee.
Filosofi Black Pearl bagi Abi, seperti proses mutiara sesungguhnya. Untuk menjadi mahal, harus melalui proses yang panjang. Proses panjang yang memiliki banyak tahapan, tahapan yang tidak mudah hingga akhirnya bisa menghasilkan mutiara mahal.  
Abi benar-benar berbeda, bukan lagi Abi yang “petakilan” & “pecicilan”-nya sama denganku semasa kuliah dulu. Sikap dan pemikirannya kini, jauh lebih dewasa dibandingkan usianya. Matanya pun berbinar bak mutiara hitam, begitu pula dengan kata-kata yang keluar dari mulut Abi,  menularkan aura positif. Tidak setiap orang mampu melakukannya.
Mungkin berkaitan dengan profesi Abi sebagai psikolog atau memang itulah Abi yang sekarang. Tapi bagiku, dia-lah Black Pearl itu sendiri. Dia tidak menggurui, tapi dia berbagi pengalamannya denganku.
“Oke bapak psikolog!”
Abi mengernyit.
“Hari sudah senja, sudah lebih dari satu cangkir kopi pula yang telah  menemani kita!”
Abi tersenyum “Aku antar yah?!”
“Aku sedang menikmati perjalanan dengan bus di kota tua!”
“Ba-ik-lah!” Abi kembali tersenyum.
“Masih bisa ‘konsultasi’ kan untuk hari-hari yang akan datang?”
“Setiap saat!”.

***

-    dee jp -

Tidak ada komentar: