Banyak
surat yang Nek Sumi terima, tidak semua ditujukan padanya. Sebagian untuk Bang
Adli dan sisanya untukku. Selintas saja kubaca surat-surat yang ditujukan
padaku, semua dari surat kabar yang… yang aku masih hutang naskah.
Aku
sudah bisa menebak isi suratnya, satu kalimat seragam dari para redaktur adalah
“Mana cerita selanjutnya, Renata Elleeennaa?!!!”. Aku tahu, karena setiap kali
aku lupa mengirim naskah pasti aku mendapat surat ‘teguran’ seperti itu.
“Oke,
kita lanjutkan!!!” Kak Meta mengawali kembali obrolan tadi jauh lebih
antuasias.
“Mengenai
tempat ‘rapih’ itu?” mata Nek Sumi mengarah tajam meminta penjelasan Kak Meta.
“Tentu
saja tempat itu adalah hati…”
“Lalu
kenapa mengatakan Abizar sebagai pria yang lebih memilih untuk mempertahankan
etika??”
Kak
Meta tersenyum.
Kali
ini aku ikut memandang Kak Meta dengan sorot tajam.
“Menurut kamu, Len?”
“Waktu
itu pun aku balik tanya kan, Kak?”
Kak
Meta tersenyum “Abizar tahu efek ke depannya akan seperti apa, pemikirannya sudah jauh beberapa langkah di
depan.”
“Artinya????”
potongku tak sabar.
“Tentu
saja, mengenai etika sahabat yang kemudian memiliki perasaan yang lebih dari
sekedar sahabat.”
Aku
hanya mengernyit, sedangkan Nek Sumi tersenyum.
“Abizar
tahu etika memperlakukan seorang sahabat perempuan,..”
“Lalu?”
Nek
Sumi hanya tetap tersenyum.
“Dia
tidak mungkin bercanda dengan bertindak mengkerucutkan pembicaraan ke hal yang
kemudian saat itu terpikir olehmu, Len!”
Aku
masih hanya mengernyit dan berharap Kak Meta tidak memotong-motong
penjelasannya.
“Dia
tahu etikanya, jadi dia saat itu tidak segera menanyakan langsung tentang
statusmu, siapa orang yang sekarang dekat denganmu… Abizar pun tidak langsung
mengatakan tentang statusnya saat itu…”
“Itu
hanya tebakan Kak Meta saja?”
“Kalau
di awal dia langsung bertanya tentang hal-hal seperti itu, sudah bisa diartikan
dia tidak memikirkan efek selanjutnya untuk persahabatan kalian…”
“Tahu
dari mana?”
“Dari
awal ceritamu, tidak satu kalimat pun yang terlontar mengenai hal-hal itu kan,
Ellenku sayang?”
Aku
diam sambil mengingat-ingat semua obrolanku dan Abizar hari itu.
“Bukan
begitu, Nek?”
Nek
Sumi mengangguk dan tersenyum sambil meneguk air putihya.
***
- dee jp -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar