Dia
berbeda sekarang, tak lagi pakai celana jeans yang lututnya sobek dengan kemeja
kotak-kotak plus ransel yang… kupikir aku akan muat kalau masuk di dalamnya.
Hari ini dia adalah Abi yang seorang psikolog, dengan kemeja rapi dan celana
jeans yang tak lagi sobek di lutut. Wangi parfumnya masih sama seperti ini
memang, tapi Abi, bukan lagi Abi yang dulu.
“Kamu
beda sekarang, Len!”
“Beda?”
“Ya!”
“Re-na-ta
El-len!”
“Jangan
sok misterius lah!”
“Hari
ini kita sudah tidak memakai celana jeans belel plus kemeja kotak-kotak lagi,
Len!”
“Lalu?”
Abi
hanya tersenyum.
“Abizar???”
“Kita
bukan lagi mahasiswa, Len!”
“Terus?”
“Kita
sudah ‘ber-profesi’ sekarang!”
“Bi?”
“Stop
pretending, Len!”
“Okkeee!”
“Kamu
memikirkan hal yang sama denganku, kan?”
Aku
tersenyum dengan pernyataannya.
“Isn’t,
it?” Abi tersenyum memperlihatkan deretan giginya yang rapi.
“I
give up!”
“Untuk
pertama kalinya aku bisa menebak ‘labirin pikiranmu’ yang ‘bercabang’ itu!!!”
“Harusnya
tidak!!!”
“Hahaaaa…
1-0 yah!”
Aku
dan Abi mengalihkan kembali dialog-dialog singkat ini ke pekerjaan yang masih
belum juga selesai. Abi mengeluarkan file berisikan tumpukan kertas, aku tidak
tahu isinya apa, tapi yang pasti file itu tidak berisikan cerpen atau laporan
hasil liputan seperti milikku. Mungkin data klien, data hasil riset, data…
entahlah, data penting bagi Abi sebagai psikolog pastinya.
***
- dee jp -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar