Rei,
aku selalu merasa nyaman diskusi dengannya soal pekerjaan. Terutama soal naskah
fiksi, nyambung aja khayalan yang kemudian dituang menjadi tulisan. Mungkin,
aku dan Rei ada di ‘dunia’ yang sama dalam hal penulisan naskah fiksi. Tapi
tidak mungkin selamanya akan terus seperti ini dengan Rei, karena tidak pernah
ada yang abadi.
“Lalu
kenapa tidak pernah memberi kabar sama sekali, Len?”
“Belum
sempat, liput…”
“Meski
hanya berupa pesan singkat?”
“Reii…
Ayolah, kita sudah harus mulai fokus dengan masa depan!”
Alis
kanan Rei terangkat.
“Kita
butuh pengalaman lain…”
“Cukup
logis…”
“Emmm…”
Rei
tersenyum “Kamu adalah orang yang akan mengalami kesulitan kalau harus
melakukan aktivitas yang sama untuk waktu yang lama…”
“Rutinitas…”
“Karena
kamu selalu suka sesuatu yang baru. Datar, bukan hidup namanya bagimu!”
“Lalu?”
“Kamu
bisa ‘gila’ kalau harus melakukan hal atau kegiatan yang sama terus-menerus…”
Aku
tersenyum.
“Meski
jadi jurnalis akan membuat kulitmu hitam?”
“Tapi
setiap hari akan menjadi cerita dan berita yang berbeda!”
Kak
Meta beberapa kali menggelengkan kepala mendengarkan aku dan Rei berbicara bak
anak kecil, saling lempar ejekan.
Mungkin
karena pengaruh fans dan novel fiksi Rei yang telah terbit lebih dari satu,
novel fiksi yang berisi kekonyolannya sehari-hari. Ditambah latar belakang dan
lingkungan yang ikut membentuk karakter Rei tetap seperti itu.
Rei
masih tetap seperti Rei yang kukenal, masih sama seperti dulu. Rei yang cuek,
santai, blak-blakan dan tidak terlalu banyak mikir.
“Hidup
dan masa depan, bahasamu itu loh, Leennn!!!”
“Tapi
iya, kan?”
“Iya
sih!”
“So?”
“Cuma
ya santai aja kali, Len!”
“Santai
banget malah sekarang… Menikmati semua yang ada sekarang…”
Rei
tersenyum.
“Playgroup
tempatku bekerja beberapa minggu lagi butuh orang untuk menjadi pendongeng di
acara akhir semester!” potong Kak Meta.
“Pendongeng?”
“Iya,
Len. Tiap akhir semester selalu ada acara bebas selama satu pekan, isinya
macem-macem. Ada cooking class, story telling atau mendongeng, menggambar atau
melukis, games,… ”
“Seru
tuh!!” Rei antusias.
“Gimana?”
Aku
dan Rei tersenyum.
“Akhir
bulan depan???”
“Setiap
orang dewasa pernah menjadi anak-anak, bukan?” ucapku dan Rei bersamaan sambil
saling melempar senyum.
***
- dee jp -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar