Sabtu, 31 Januari 2015

Girls Top Secret ( 7 )



“Cerita tentang pengalaman Arthur saat … ”
“Penemuan artefak?”
Nek Sumi menggelengkan kepalanya tapi tiba-tiba “Jagung bakarnya… “
Aku dan Kak Meta spontan langsung saling pandang.
“Enak!!!”
“Good job, Ellena!”
“Hahahhh berhentilah memanggilku dengan nama itu, Kak!”
“Kenapa memang?”
“Itu ejekan Rei untuk salah satu nama penaku!”
“Nama samaranmu?”
“Hahaaa…”
“Apa saja nama ‘samaranmu’ itu, Len?”
“Hanya aku dan para redaktur yang boleh tahu…”
“Rahasia perusahaan?”
“Dokumen Negara, Sangat Rahasia!!!”
Aku dan Kak Meta kembali tertawa.
Tapi Nek Sumi masih belum juga memulai cerita dan nasehat Kakek Arthur, aku dan Kak Meta benar-benar dibuat penasaran. Sesekali Nek Sumi hanya senyum-senyum, begitu terlihat akan mulai bercerita, ternyata kata-kata yang keluar dari mulutnya hanyalah komentar seputar jagung bakar lagi.

***

-    dee jp -

Kamis, 29 Januari 2015

Girls Top Secret ( 6 )



Arthur Sumijoyo, arkeolog berusia 70 tahun. Di usianya yang sudah tidak lagi muda, masih tetap melakukan pekerjaan lintas benua. Masih berpetualang untuk mengungkap fakta sejarah masa lalu, bukan untuk mencari kebenaran akan sejarah itu sendiri.
Aku rasa menyenangkan bisa melakukan pekerjaan yang tidak perlu atau tidak pernah ada pensiunnya, seperti yang Kakek Arthur lakukan. Nek Sumi bilang, itu pilihan hidup namanya bagi Arthur. Dia melakukan hal yang dia sukai, dari sana dia mendapatkan penghidupan, jadi seumur hidupnya Arthur tidak pernah merasa bekerja.
Nek Sumi dan Kakek Arthur hanya dua bersaudara, Arthur dan Martha Sumijoyo. Kemudian Nek Sumi menyingkat nama panggilannya menjadi Nek Sumi, diambil dari nama belakangnya. Padahal tadinya kupikir Sumi itu kependekan dari Sumira atau Sumini atau Sumi yang lainnya.
“Sekarang Arthur sedang di…”
“Itu kartu pos dari Kakek Arthur?”
“Ya!” jawab Nek Sumi singkat.
Sementara Nek Sumi membaca surat-surat dan kartu pos kiriman Kakek Arthur, aku dan Kak Meta memutuskan untuk mulai membakar jagung. Cerita tentang Arthur Sumijoyo akan menjadi ‘perjalanan’ panjang yang lebih seru, setelah cerita tentang Abizar.
“Tidak membaca surat-suratmu dulu, Len?”
“Hmh?”
“Surat-suratmu?”
“Aku sudah tahu isinya seperti apa…”
“Are you sure?” Kak Meta senyum-senyum sambil mengedip-ngedipkan bulu mata lentiknya.
“Surat tagihan kelanjutan naskah…”
“O-ow! Okeee… ‘Dunia’-mu itu?”
“Hahaaaa…”
“Kamu yang olesi jagung dengan mentega, biar aku yang mengipasi baranya, Len!”
“Agar aku yang terkena asapnya, Kak?”
Kak Meta hanya tertawa kecil.

 ***

-    dee jp -

Rabu, 28 Januari 2015

Girls Top Secret ( 5 )



“Seandainya diawali kalimat-kalimat itu, atau dia sudah langsung melontarkan kalimat-kalimat pertanyaan mengenai status, orang yang sedang dekat atau cerita dia sedang sendiri tanpa kamu pernah bertanya daann… kalian sebelumnya adalah sahabat… “
“???”
Kak Meta hanya tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepalanya “Diaa..…”
“Dia???”
Nek Sumi tersenyum.
“Dia tidak tahu cara menjaga persahabatan dan hati… “
“Abizar menjagamu… Tindakannya di awal sudah mencerminkan dia telah memikirkan efek yang akan timbul di kemudian hari…” tambah Nek Sumi.
“Dia sudah berpikir jauh tentangmu… Dengan hanya mengkerucutkan situasi kalian berdua cukup sampai tahu mengenai perasaan…”
“Kalau sampai Abizar berbohong atau main-main lalu tebakan Kak Meta dan Nek Sumi salah?” potongku.
“Di usia kalian berdua saat ini, terlalu naif kalau sampai Abizar tidak mengerti efek buruknya di kemudian hari!” jelas Kak Meta.
“That’s the point?”
“Laki-laki sejati tidak pernah mempermainkan perasaan perempuan hanya untuk kesenangannya semata, Ellenku sayang!”
Aku terkejut mendengar kalimat terakhir Nek Sumi.
“Dia selalu sadar, lahir dari seorang perempuan dan kelak dia tidak ingin anak keturunannya yang perempuan mendapat perlakukan seperti itu…”
“Oh my… God!”
Nek Sumi dan Kak Meta kembali saling lempar senyum.
“Kamu harus tahu cerita dan nasehat Arthur kalau begitu…”
Kak Meta tersenyum.
“Arthur?”
“Kakak laki-laki nenek satu-satunya…”
“Kakek Arthur??”
Nek Sumi tersenyum dan mengangguk “Dia seorang arkeolog…”
“Sekarang ada di?”
“Entah berada di belahan bumi mana saat ini…”
“Lalu?”
“Jagung bakar akan menjadi teman obrolan kita selanjutnya…” Nek Sumi pun berlalu dari hadapanku dan Kak Meta.

***

-    dee jp -

Selasa, 27 Januari 2015

Girls Top Secret ( 4 )



Banyak surat yang Nek Sumi terima, tidak semua ditujukan padanya. Sebagian untuk Bang Adli dan sisanya untukku. Selintas saja kubaca surat-surat yang ditujukan padaku, semua dari surat kabar yang… yang aku masih hutang naskah.
Aku sudah bisa menebak isi suratnya, satu kalimat seragam dari para redaktur adalah “Mana cerita selanjutnya, Renata Elleeennaa?!!!”. Aku tahu, karena setiap kali aku lupa mengirim naskah pasti aku mendapat surat ‘teguran’ seperti itu.    
“Oke, kita lanjutkan!!!” Kak Meta mengawali kembali obrolan tadi jauh lebih antuasias.
“Mengenai tempat ‘rapih’ itu?” mata Nek Sumi mengarah tajam meminta penjelasan Kak Meta.
“Tentu saja tempat itu adalah hati…”
“Lalu kenapa mengatakan Abizar sebagai pria yang lebih memilih untuk mempertahankan etika??”
Kak Meta tersenyum.
Kali ini aku ikut memandang Kak Meta dengan sorot tajam.
 “Menurut kamu, Len?”
“Waktu itu pun aku balik tanya kan, Kak?”
Kak Meta tersenyum “Abizar tahu efek ke depannya akan seperti apa,  pemikirannya sudah jauh beberapa langkah di depan.”
“Artinya????” potongku tak sabar.
“Tentu saja, mengenai etika sahabat yang kemudian memiliki perasaan yang lebih dari sekedar sahabat.”
Aku hanya mengernyit, sedangkan Nek Sumi tersenyum.
“Abizar tahu etika memperlakukan seorang sahabat perempuan,..”
“Lalu?”
Nek Sumi hanya tetap tersenyum.
“Dia tidak mungkin bercanda dengan bertindak mengkerucutkan pembicaraan ke hal yang kemudian saat itu terpikir olehmu, Len!”
Aku masih hanya mengernyit dan berharap Kak Meta tidak memotong-motong penjelasannya.
“Dia tahu etikanya, jadi dia saat itu tidak segera menanyakan langsung tentang statusmu, siapa orang yang sekarang dekat denganmu… Abizar pun tidak langsung mengatakan tentang statusnya saat itu…”
“Itu hanya tebakan Kak Meta saja?”
“Kalau di awal dia langsung bertanya tentang hal-hal seperti itu, sudah bisa diartikan dia tidak memikirkan efek selanjutnya untuk persahabatan kalian…”
“Tahu dari mana?”
“Dari awal ceritamu, tidak satu kalimat pun yang terlontar mengenai hal-hal itu kan, Ellenku sayang?”
Aku diam sambil mengingat-ingat semua obrolanku dan Abizar hari itu.
“Bukan begitu, Nek?”
Nek Sumi mengangguk dan tersenyum sambil meneguk air putihya.

***

-    dee jp -