“Selama
beberapa bulan selanjutnya, aku hanya tinggal menunggu waktu hingga mendengar
pernyataan ‘therapy sudah selesai’…”
“Kalau
belum?”
“Aku
tidak tahu harus apa…”
“Lalu?”
“Lalu
ada juga Bell’s Palsy terparah…”
“Bell’s
Palsy terparah?”
“Iya…
Sekitar sebelas atau dua belas tahun yang lalu…”
“Kenapa
bisa dikatakan terparah?”
“Satu
semester bersama Bell’s Palsy…”
“Selama
enam bulan?”
“Iya…
Satu bulan pertama aku sampai harus rawat inap, karena dalam satu hari aku harus
menjalani dua kali fisiotherapy… Pagi dan sore…”
“Setelah
itu?”
“Obat-obatan
kimia menjadi sahabat setiaku… Semuanya dosis tinggi… Paling sedikit sembilan
jenis obat harus aku minum setiap pagi, siang, sore dan malam…”
“Kemudian?”
“Kemudian
berjemur…”
“Berjemur?”
“Matahari
pagi selalu menjadi penyemangatku… Sinarnya perlahan-lahan mampu membuat
sel-sel syarafku tidak terlalu beku…”
“Kepala
anda bagaimana?”
“Tentu
saja hingga Bell’s Palsy pergi, kepalaku masih sakit seperti di awal
kedatangannya…”
“Tungkai?”
“Haha…
Ellen… “
“Eh
maaf… Maksud saya, kaki dan tangan anda?”
“Fisiotherapy
juga… Karena peredaran darah dan oksigen berkaitan… Mulai dari jantung, otak,
pinggang dan seluruh tubuh…”
“Merasakan
sakit?”
“Tentu
saja… Karena sekalipun Bell’s Palsyku pergi, daya tahan tubuhku sudah lemah
sepertinya… ”
“Meskipun
berjemur dan fisiotherapy?”
“Ya…
Bahkan terkadang kedua kaki dan tanganku terlihat pucat, dingin seperti beku…
Karena aliran darah tersendat mungkin…”
“Oh
God…”
“Aku
sudah terbiasa sekarang, Ellen… Jadi biasa saja…”
“Anda
jangan bercanda!”
“Tentu
saja tidak… Sekitar sebelas atau dua belas tahun lalu selama satu bulan aku
harus rawat inap karena harus menjalani fisiotherapy sehari dua kali... Sisanya
selama lima bulan, aku hanya perlu bolak balik rumah sakit…”
“Kenapa?”
“Karena
aku masih harus menjalani fisiotherapy, tapi sudah tidak perlu rawat inap… Aku
lupa… Antara tiga hari sekali atau satu minggu sekali masih harus menjalani
fisiotherapi…” jelasnya lagi sambil mengingat-ingat.
***
- dee jp -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar