Rabu, 11 Maret 2015

The Bell’s Palsy ( Part 10 )



“Tapi Bell’s Palsy selalu meninggalkan jejak…”
“Meninggalkan jejak bagaimana?”
“Meninggalkan bekas kalau kedatangannya tak boleh dilupakan…”
“Maksud anda?”                         
“Kantung mata kananku tak lagi sekuat kantung mata kiri…”
“Lalu?”
“Ujung pipi kiriku tak seperti ujung pipi kanan…”
Aku terkejut mendengar pernyataannya.
“Rahang kiriku sedikit bergeser…”
“Ada lagi?”
“Ada tapi yang ini menyenangkan…”
“Kenapa begitu?”
“Aku sekarang bisa mengangkat sebelah alisku… Alis kiriku saja…” ucapnya sambil tertawa.
Aku tersenyum.
“Sejak Bell’s Palsy pertama sembuh, aku harus sering mengunyah permen karet juga…”
“Kenapa?”
“Agar otot wajahku selalu lentur dan terlatih… Selain melakukan senam muka setiap pagi…” jelasnya lagi.
“Lain kali aku bawakan permen karet?”
“Rasa mint…”
“Kenapa hanya mint?”
“Agar gigiku tidak sakit… Nanti Bell’s Palsyku sembuh, gigiku yang sakit…”
“Hahaaa…”
“Menyenangkan bukan bersahabat dengan Bell’s Palsy?” ucapnya dengan wajahnya yang kini telah kembali normal.
Aku tak tahu harus memberi respon apa lagi.
“Sekarang aku lebih senang…”
“Lebih senang bagaimana?”
“Karena aku tak lagi diliputi rasa takut… ”
“Setiap peristiwa selalu terjadi untuk sebuah alasan?”
“Yes… Saudara sepupuku bilang begit…”
“Kak…”
“Ya?”
“Anginnya sudah mulai kencang!” suster jaga menghampiri sambil membawa selimut.
“Ah iya maaf, suster… Aku meminjam pasien anda terlalu lama…”
“Tidak apa-apa… Ceritanya kita lanjutkan di dalam saja?” suster tersebut tersenyum ramah.
“Kita sambil jalan saja…” tambahku.
Dia tersenyum sambil memutar kursi rodanya.


***

-    dee jp -

Tidak ada komentar: