Selasa, 24 Maret 2015

Siluman Hitam, Ulat Gendut & Anak Nelayan ( 8 )



“Selain menghuni sungai ini, apa kau pernah berenang ke lautan?” tanya Si Anak Nelayan.
Si Ulat Gendut tertawa “Tentu sajaaa… Si Siluman Hitam itu bekerja sebagai koki di dapur istana Si Hantu Bajak Laut…”
“Betulll…” jawab Si Siluman Hitam.                 
“Lihat saja kulitnya semakin hari semakin hitam… Kalau Si Hantu Bajak Laut tidak ada, kerjanya hanya berjemur di pinggir sungai atau pantai… ”
“Heiiii… Dibanding kamu, Ulat Gendut!”
“Apa? Memangnya aku kenapa?”
“Kerjamu hanya makan dan makan… Lihat badanmu sudah semakin gendut dan bulat, kalau jatuh langsung menggelinding…”
“Biar saja gendut, asalkan tidak hitam…”
“Biar saja hitam, tapi aku kan jago renang… Daripada kamu, tidak bisa renang sepertiku… Kamu iri denganku, kan??? Karena kamu hanya bisa berenang di atas genangan air… Payah!!!”
“Enak saja!!! Aku sekarang sudah bisa renang tauuuuuu…”
“Tapi hanya renang di permukaan sungai… Tidak sampai bisa menyelam ke dasar sepertiku… Renang di permukaan? Hahaaa… Itu kan sangat dangkal… ”
“Aku sudah bisa renang!!!”
“Ayo menyelam hingga dasar kalau begitu??? Bisa tidak?”
 “Huh… Dasar siluman hitam!!!”
“Nggak bisa renang! Nggak bisa renang!”
“Huh… Hitaaaaam!”
“Yee-yeee… Si Ulat Gendut nggak bisa renang!”
“Hitaaaaaaammmm!”
“Gendut!”
Si Anak Nelayan tertawa.
“Jangan tertawa!!!” ucap Si Siluman Hitam dan Si Ulat Gendut bersamaan.
Si Anak Nelayan tawanya langsung terhenti.
“Dibanding kamu, kerjamu hanya menangisssss… Mengganggu tidur siang kami berdua…” ucap Si Ulat Gendut dan Si Siluman Hitam bersamaan “Hari ini jatuh… Kemarin-kemarin sakit gigi… Lalu besok apa?”
Si Anak Nelayan diam dan kembali menundukkan kepala.
Tapi tiba-tiba begitu menengadah, ketiganya langsung tertawa terbahak-bahak bersamaan.
“Sudah… Sudah… Perutku sudah sakit karena terus tertawa…”
“Iya, aku juga sama…”
“Aku juga…”
“Matahari pun sebentar lagi tenggelam, pertanda Si Hantu Bajak Laut akan segera kembali dari perjalanan ke segitiga bermuda… Aku harus segera memasak untuk makan malam…”
“Iya, aku harus pulang juga, kakiku perlu dibalut agar lukanya cepat kering… Ayahku sebentar lagi pulang melaut…” jelas Si Anak Nelayan.
“Aku akan mencari pohon baruuuu… Untuk makan malamku…” tambah Si Ulat Gendut sambil menggeliat.
“Kalau begitu, aku pulang duluan yaaa… Dadah siluman hitam… Dadaaahhh ulat genduutt…” Si Anak Nelayan melambaikan kedua tangannya dengan kaki yang masih sedikit terasa sakit.
“Iya-iya… Hati-hati di jalan… Jangan jatuh lagi dan jangan cengeng lagi ya, Anak Nelayan!!!”
“Baiklahhh… Dadaaahhh… Sampai bertemu lagi yaaa!!!”
“Ya-ya-ya… Dadahhzz… Hoammzzz…” jawab Si Ulat Gendut singkat sambil kembali menguap.
Sejak saat itu ketiganya pun mulai menjalin persahabatan, hingga tua, hingga akhir hayat. Ketiganya menjadi sahabat, dengan cara seperti itu, cara aneh, cara mereka.

***

-    dee jp -

Tidak ada komentar: