Rabu, 25 Februari 2015

The Bell’s Palsy ( Part 2 )



“Gejala awal ‘kedatangan’ Bell’s Palsy?”
Dia hanya kembali tersenyum.
“Anda tahu?”
“Sangat hafal, bukan hanya tahu…”
“Seperti apa?”
“Berawal dari kepala…”
“Kepala?”
Dia menganggukkan kepala.
“Apa yang anda rasakan dengan kepala anda?”
“Aku akan mengalami sakit kepala yang tak kunjung reda selama dua minggu berturut-turut… Bahkan hingga satu bulan…”
“Meski telah minum obat pereda sakit kepala?”
“Ya…”
“Tidak berpengaruh?”
Dia menggelengkan kepalanya.
“Kemudian?”
“Aku mulai kesulitan berpikir…”
“Berpikir?”
“Iya…  Otakku seperti bertemu gang buntu… “
“Lalu?”
“Lalu diam…”
“Diam?”
“Isi kepalaku seolah hanya diam…  Oksigen, aliran darah, pikiran… “
“Selama Bell’s Palsy datang?” tanyaku ragu.
Dia kembali menganggukkan kepalanya.
“Setelah itu?”
“Sesekali seperti ada silet yang bergelayutan di kepalaku…”
“Maksud anda?”
“Bagian dalam kepalaku seperti disilet-silet tanpa henti… Terutama kepala bagian belakang…”
Aku hanya menghela nafas.
“Di tahun-tahun pertama, aku sering ingin membenturkan kepala untuk membuang rasa sakit seperti disilet-silet itu…”
“Lalu?”
“Tapi sekarang aku sudah bisa menahannya…”
Aku hanya memandang tak percaya.
“Aku sudah mulai terbiasa dengan rasa sakit kepala seperti disilet-silet seperti itu…”.


***

-    dee jp -

Tidak ada komentar: