“Gejala
awal ‘kedatangan’ Bell’s Palsy?”
Dia
hanya kembali tersenyum.
“Anda
tahu?”
“Sangat
hafal, bukan hanya tahu…”
“Seperti
apa?”
“Berawal
dari kepala…”
“Kepala?”
Dia
menganggukkan kepala.
“Apa
yang anda rasakan dengan kepala anda?”
“Aku
akan mengalami sakit kepala yang tak kunjung reda selama dua minggu
berturut-turut… Bahkan hingga satu bulan…”
“Meski
telah minum obat pereda sakit kepala?”
“Ya…”
“Tidak
berpengaruh?”
Dia
menggelengkan kepalanya.
“Kemudian?”
“Aku
mulai kesulitan berpikir…”
“Berpikir?”
“Iya… Otakku seperti bertemu gang buntu… “
“Lalu?”
“Lalu
diam…”
“Diam?”
“Isi
kepalaku seolah hanya diam… Oksigen,
aliran darah, pikiran… “
“Selama
Bell’s Palsy datang?” tanyaku ragu.
Dia
kembali menganggukkan kepalanya.
“Setelah
itu?”
“Sesekali
seperti ada silet yang bergelayutan di kepalaku…”
“Maksud
anda?”
“Bagian
dalam kepalaku seperti disilet-silet tanpa henti… Terutama kepala bagian
belakang…”
Aku
hanya menghela nafas.
“Di
tahun-tahun pertama, aku sering ingin membenturkan kepala untuk membuang rasa
sakit seperti disilet-silet itu…”
“Lalu?”
“Tapi
sekarang aku sudah bisa menahannya…”
Aku
hanya memandang tak percaya.
“Aku
sudah mulai terbiasa dengan rasa sakit kepala seperti disilet-silet seperti
itu…”.
***
- dee jp -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar