Sabtu, 21 Februari 2015

My Morning Compass ( 8 )



Pesanan makan siang datang, lidah yang tak bertulang sejenak harus berhenti berkata-kata karena beralih tugas sebagai pengecap rasa yang  bekerja sama dengan gigi sebagai penghancur makanan. Akan hening, tak ada mulut yang bersuara saat perut yang kosong akan mulai diisi dengan menu pesanan masing-masing.
Beda tempat, beda pesanan, beda warna plastik. Ob kantor selalu berjasa menyelamatkan perut-perut yang kelaparan di siang hari. ‘Nikmati makan siangmu, sebelum pekerjaan kembali memakanmu’. Moto yang harus dicerna sesuai konteks keadaan, karena tidak bisa dipahami begitu saja secara asal. Itu berlaku untuk pewarta berita seperti kami, karena harus menjalani kehidupan tanpa jeda. Apalagi, kalau bukan dunia tanpa koma.
“Ellen, dipanggil Pimred tuh!”
“Ada apa?”
“Pimred tabloid earth pengen ketemu katanya…”
“Waduuhhh!!!”
“Kenapa, Len?”
“Aku masih punya hutang naskah seri nih…”
“Hahaaa… ‘Penyakit’ tuh, Len!”
“Iya banget!!!”
“Fiksi seri?”
“Iya fiksi… Dari sebelum ke Kota Tua…”
“Sibuk pindahan?”
“Kelupaan…”
“Hahaaa…”
“Ya minta maaf aja kali sama Pimrednya, Len!”
“Terus semuanya selesai hanya dengan minta maaf???”
“Hahaaaa… “
“Emang?”
“Yahhh….”
“Axeeeeelll……”.


***

-    dee jp -

Tidak ada komentar: