Pesanan
makan siang datang, lidah yang tak bertulang sejenak harus berhenti
berkata-kata karena beralih tugas sebagai pengecap rasa yang bekerja sama dengan gigi sebagai penghancur
makanan. Akan hening, tak ada mulut yang bersuara saat perut yang kosong akan
mulai diisi dengan menu pesanan masing-masing.
Beda
tempat, beda pesanan, beda warna plastik. Ob kantor selalu berjasa menyelamatkan
perut-perut yang kelaparan di siang hari. ‘Nikmati makan siangmu, sebelum pekerjaan
kembali memakanmu’. Moto yang harus dicerna sesuai konteks keadaan, karena tidak
bisa dipahami begitu saja secara asal. Itu berlaku untuk pewarta berita seperti
kami, karena harus menjalani kehidupan tanpa jeda. Apalagi, kalau bukan dunia
tanpa koma.
“Ellen,
dipanggil Pimred tuh!”
“Ada
apa?”
“Pimred
tabloid earth pengen ketemu katanya…”
“Waduuhhh!!!”
“Kenapa,
Len?”
“Aku
masih punya hutang naskah seri nih…”
“Hahaaa…
‘Penyakit’ tuh, Len!”
“Iya
banget!!!”
“Fiksi
seri?”
“Iya
fiksi… Dari sebelum ke Kota Tua…”
“Sibuk
pindahan?”
“Kelupaan…”
“Hahaaa…”
“Ya
minta maaf aja kali sama Pimrednya, Len!”
“Terus
semuanya selesai hanya dengan minta maaf???”
“Hahaaaa…
“
“Emang?”
“Yahhh….”
“Axeeeeelll……”.
***
- dee jp -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar