Rabu, 11 Februari 2015

My Morning Compass ( 3 )



“Kelar naskahnya?”
“Lumayan… Kenapa, Bram?”
“Ka-ta ‘lumayan’ itu lagi…”
“Ha-ha!”
“Meja bundar yuk?”
“Ahhh dari tadi kek!”.
Tanpa harus menunggu suara Bram memanggil untuk yang kedua kalinya, aku segera menyimpan file laporan hasil liputan. Perlu dibaca ulang satu kali lagi nanti, karena khawatir masih ada kata-kata yang kurang tepat. Bahaya sekali kalau menggunakan kata yang salah dalam mem-berita-kan sebuah kasus, nanti bisa menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan berkembang di publik.
Setelah yakin semua data aman, aku langsung beranjak dari meja kerjaku. Bram pasti sudah duduk rapih dengan kopi siangnya, ditemani kertas-kertas yang selalu bisa Bram jadikan bahan cerita.
“Huhhh…”
“Kenapa?”
“Jadi begini saudara Bramantyo…”
“Hahaaaa… Pasti pejabat-pejabat korup itu lagi…”
“Apalagi emang, Bram!”
“Ulah apa lagi???”
“Biasa lah… Begitu dapat surat panggilan pemeriksaan terkait kasus  korupsi, selalu alasannya ‘sa-kit’!”
“Mulaiiii…”
“Yes!” jawabku singkat sambil memijit-mijiti keningku sendiri.
Hening seketika tanpa diperintah, rehat dari layar komputer. Hanya tinggal aku dan Bramantyo atau Bram, ditemani secangkir kopi siang Bram dan segelas teh hijau dingin plus susu pesananku. Meja bundar selalu menjadi ‘obat mujarab’  bagi seluruh jurnalis Morning Compass yang tengah mumet membuat laporan hasil liputan. Atau disebut pula tempat ‘semedi’ para jurnalis, tanpa terkecuali.
Bram mulai sibuk dengan kertas-kertas putihnya, entah apalagi yang sedang dipikirkannya agar kertas-kertas itu bisa menjadi bahan yang menarik. Aku tidak perlu memperhatikan terlalu lama, karena beberapa waktu lagi pasti kertas-kertas itu sudah menjadi sesuatu.
Memejamkan mata sejenak sambil mendengarkan suara khas John Legend versus Teza Sumendra, menjadi pilihan yang tepat untukku kali ini. Hingga akhirnya muncul Axel dan …
“Bram curhat dong!!!”

***

-    dee jp -

Tidak ada komentar: