“Nih…
Sekarang apa yang kalian lihat?”
“Siapa
dulu?”
“Urutannya…
Asty, Ellen, Cahyo dan terakhir Axel…”
“Aturannya?”
“Semua
tutup kuping, sampe nanti satu-per-satu saya tepok pundaknya untuk ngomong…”
jelas Bram.
“Oke!”
“Mulai
ya… Asty!”
“Titik
hitam…”
“Kertas
putih…”
“Titik
di tengah kertas…”
“Kertas
putih dengan titik kecil…”
“Siippp!”
ucap Bram lalu menurunkan kertas tersebut.
Aku,
Asty, Cahyo dan Axel mengernyit dan berharap segera ada penjelasan lebih lanjut
dari Bram. Namun dengan santainya Bram sengaja memperlambat kata-kata yang akan
keluar, penjelasan yang biasanya, akan menjadi cerita yang selalu tak pernah
tanpa makna.
Melihat
empat pasang mata menyoroti, Bram pun akhirnya segera memulai petuahnya.
Diawali dengan kalimat yang memiliki filosofi tanpa makna, atau mungkin aku dan
ketiga orang ini yang tidak mengerti maknanya? Entahlah, tapi Bram tetap melaju
dengan petuahnya.
Inti
dari kertas putih itu, memiliki banyak makna menurut Bram. Hanya kertas putih
padahal, tapi Bram selalu memiliki banyak peran untuk menjadikan sesuatu yang
tidak memiliki makna menjadi bermakna di Morning Compass.
“Ada
yang hanya fokus pada titik… Ada yang melihat kertasnya saja tanpa menghiraukan
titik nya… Ada juga yang melihat
keduanya…” jelas Bram.
“Artinya???”
“Kalian
masih bisa membuat kubus berwarna hijau atau kotak berwarna merah atau segitiga
berwarna ungu…” tambah Bram.
“???”
“Di
bagian kertas yang masih putih…” lanjut Bram sambil tersenyum.
“Iya
lahhh… Kan cuma titik kecil yang baru ada di kertasnya…”
“Yesss,
Asty! Itu intinya…” Bram mengacungkan jempolnya tepat di depan hidung Asty.
Axel
tersenyum.
“Pada
ngerti, kan???”
Aku,
Asty, Cahyo dan Axel hanya tersenyum dan mengangguk-anggukkan kepala.
Bram
pun tersenyum puas.
***
- dee jp -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar