“Hari
itu dia mengambil resiko dengan mempertaruhkan harga dirinya, untuk memberiku
pelajaran… Karena kecerobohanku, akhirnya dia bisa tahu, aku hanya main-main
dengan hati dan perasaannya… Hari itu bukan dengan tangan dia menghajarku, tapi
dengan tindakan yang diluar dugaanku…”
“Tindakannya
itu akibat ulahmu sendiri, kan?”
“Aku
tahu Marthaaa… “
“Tapi
bukan masalah hati yang paling membuatnya kesal dan kecewa padamu, bukankah
begitu Arthur?”
“Karena
aku sahabatnya sendiri…” Kakek Arthur tersenyum simpul “Karena aku dan dia
bukan orang asing yang baru kenal begitu saja dalam waktu singkat… bukan
sekedar kenal atau bersahabat dalam jangka waktu satu atau dua tahun… ”
Nek
Sumi tersenyum lembut “Kamu membencinya karena telah ‘menghajarmu’ dengan
tindakan diluar dugaan seperti itu hanya untuk memberimu pelajaran?”
“Saat
itu iya…”
“Itu
juga salahmu sendiri…” ucap Nek Sumi dengan wajah sinis “Lalu sekarang???”
“Di
usiaku dan dia saat ini, 70 tahun… Masih harus aku dan dia bermusuhan mengingat
masa-masa itu?”
“Maksud
Kakek?”
“Kami
kembali bersahabat…!”
Nek
Sumi tersenyum.
“Aku
sudah beranak cucu, begitu pula dia… “
“Lalu???”
ucapku dan Kak Meta kembali bersamaan.
“Sekarang
kami masih saling berkomunikasi, malah terkadang tertawa dan menjadikan
masa-masa itu sebagai candaan… Dia menjadi sahabat terdekatku malah sampai
sekarang… Partner diskusi yang paling menyenangkan yang pernah aku punya, ya
dia itu orangnya…”
“Benarkah?????”
“Ya,
itulah kenyataan… Terkadang kawan bisa jadi lawan dan lawan bisa jadi kawan…”
“Catet
tuh, Len!”
“Hmh?”
“Referensi
tulisan…”
“Story
of Arthur Sumijoyo?”
Nek
Sumi dan Kakek Arthur tertawa bersamaan begitu mendengar kalimat terakhirku.
“Pada
akhirnya, hal-hal kecil seperti itu akan terasa pahit pada saat kita
mengalaminya, gadis kecil… Tapiii… Justru pengalaman seperti itu akan sangat
baik untuk masa depan kita… “ Kakek Arthur tersenyum memandangiku.
“See???
Playboy kelas teri kita yang berbicara….”
“Martha
kecilku sayanggg…”
“Dia
sedang mengingat-ingat kembali pengalaman hidupnya!!!” Nek Sumi sedikit
menghalangi bisik-bisiknya dari Kakek Arthur dengan tangan kanannya.
Aku
dan Kak Meta tersenyum geli melihat Nek Sumi dan Kakek Arthur saling lempar
ejekan lagi.
“Semua
pengalaman itu akan berubah menjadi manis di masa depan, kelak, pada suatu hari
nanti… “
“Bagian
dari kehidupan?”
“Ya
kamu tahu Martha, itu point pentingnya…”
“Tapi
itu hanya pengalaman yang tidak seberapa bagimu, bukan begitu Arthur?”
“Itu
sangat berharga bagiku, Martha adik kecilku!!!”
“Seharusnya!!!”
“Aku
tidak pernah mengulanginya lagi!!!”
Nek
Sumi tersenyum “Lalu berapa lama kamu akan tinggal di flatku kali ini, Arthur?”
“Sampai
kau berhenti membuatkanku sup jagung…”
Senyum
Nek Sumi semakin merekah.
Tak
terasa hari sudah sore. Tak ada lagi makanan yang tersisa, termasuk jagung
bakar sebagai menu terakhir yang Nek Sumi sediakan. Kakek Arthur terlihat lelah
setelah perjalanan panjang hingga akhirnya sampai di flat 345, apalagi begitu
sampai langsung ‘ditodong’ untuk bercerita.
Aku
dan Kak Meta mempersilakan Nek Sumi dan Kakek Arthur meninggalkan halaman depan
Flat lebih dulu. Biar aku dan Kak Meta yang membersihkan semuanya.
***
- dee jp -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar