Kamis, 19 Januari 2012

the journalist 'reason'

Sering kali harus bolos ketika masih duduk di bangku sekolah dasar, membawa pakaian sebanyak-banyaknya yang bahkan bukan terlihat seperti normalnya packing untuk bepergian tapi lebih menyerupai gembolan maling yang sedang mencuri pakaian, sudah menjadi hal yang biasa. Tanpa tahu berapa lama akan pergi, tanpa tahu apakah ke rumah uwa atau rumah nenek di luar kota yang menjadi tempat tujuan dan tanpa diberitahu kenapa harus bolos lagi, aku hanya mencoba meringankan pekerjaan ibu dengan memasukkan beberapa buku pelajaran yang kuanggap penting ke dalam ransel yang akan kutenteng sendiri.
Adikku masih terlalu kecil untuk kumintai bantuan begitu aku lihat dia masih sibuk dengan botol susunya. Ibu tidak memilah-milah lagi pakaian yang akan dibawa, “yang penting bawa baju ganti saja dulu!” jelas ibu setiap kali aku menghampirinya menanyakan tentang pakaian punyaku yang akan dibawa. Sedangkan ayah, setiap akan pergi dengan acara dadakan seperti ini, ayah pasti sibuk membawa kertas-kertas usang yang ada di meja kerjanya itu. Entah apa isinya kertas-kertas yang bagiku lebih mirip bungkus gorengan di kantin sekolahku itu, tapi ayah lebih mendahulukan kertas-kertas itu dibanding hal lainnya.
Begitu sampai luar kota pun tidak jarang ayah malah langsung pergi meninggalkan kami bertiga dan kembali saat akan menjemput pulang ke rumah. Tanpa tahu apa kemana ayah pergi, tanpa tahu kenapa ayah meninggalkan kami, aku hanya diam mencoba membantu agar tidak mempersulit keadaan.
Pernah pula sekali waktu ibu membangunkanku sekitar pukul 2 dini hari, “kita antar ayah!” ucap ibuku berbisik sambil membangunkanku. Dan ternyata di depan rumah sudah ada sebuah mobil yang menjemput ayah, entah siapa mereka tapi mereka mengenakan seragam berwarna hijau dengan baret di kepalanya dan aku hanya melambaikan tangan mengantar kepergian ayah sambil berderai air mata begitu aku bertanya “sampai kapan ayah pergi?” dan ibu hanya menggelengkan kepalanya.
Pernah kutanya ibu di satu waktu  ketika aku mendapat tugas mengarang dari wali kelasku.
Aku tulis dalam tugas mengarangku kalau mesin tik adalah sahabat ayahku setiap malam, buku catatan kecil dan ballpoint adalah teman setia yang selalu menemaninya kemana pun, tape recorder dan kamera selalu di ranselnya. Lalu, ketika kutanya ibu lagi jawabnya hanyalah “ayah hanya seorang kuli tinta!”.
Kuli? Kenapa kuli tinta? Apa itu kuli tinta? Bukankah kuli itu pekerjaan tukang? Pekerjaan kasar yang mengandalkan kekuatan fisik?

Tidak ada komentar: