Sering kali harus bolos ketika masih
duduk di bangku sekolah dasar, membawa pakaian sebanyak-banyaknya yang bahkan
bukan terlihat seperti normalnya packing untuk bepergian tapi lebih menyerupai
gembolan maling yang sedang mencuri pakaian, sudah menjadi hal yang biasa.
Tanpa tahu berapa lama akan pergi, tanpa tahu apakah ke rumah uwa atau rumah
nenek di luar kota yang menjadi tempat tujuan dan tanpa diberitahu kenapa harus
bolos lagi, aku hanya mencoba meringankan pekerjaan ibu dengan memasukkan
beberapa buku pelajaran yang kuanggap penting ke dalam ransel yang akan
kutenteng sendiri.
Adikku masih terlalu kecil untuk
kumintai bantuan begitu aku lihat dia masih sibuk dengan botol susunya. Ibu
tidak memilah-milah lagi pakaian yang akan dibawa, “yang penting bawa baju
ganti saja dulu!” jelas ibu setiap kali aku menghampirinya menanyakan tentang
pakaian punyaku yang akan dibawa. Sedangkan ayah, setiap akan pergi dengan
acara dadakan seperti ini, ayah pasti sibuk membawa kertas-kertas usang yang
ada di meja kerjanya itu. Entah apa isinya kertas-kertas yang bagiku lebih
mirip bungkus gorengan di kantin sekolahku itu, tapi ayah lebih mendahulukan
kertas-kertas itu dibanding hal lainnya.
Begitu sampai luar kota pun tidak jarang
ayah malah langsung pergi meninggalkan kami bertiga dan kembali saat akan
menjemput pulang ke rumah. Tanpa tahu apa kemana ayah pergi, tanpa tahu kenapa
ayah meninggalkan kami, aku hanya diam mencoba membantu agar tidak mempersulit
keadaan.
Pernah pula sekali waktu ibu
membangunkanku sekitar pukul 2 dini hari, “kita antar ayah!” ucap ibuku
berbisik sambil membangunkanku. Dan ternyata di depan rumah sudah ada sebuah
mobil yang menjemput ayah, entah siapa mereka tapi mereka mengenakan seragam
berwarna hijau dengan baret di kepalanya dan aku hanya melambaikan tangan
mengantar kepergian ayah sambil berderai air mata begitu aku bertanya “sampai
kapan ayah pergi?” dan ibu hanya menggelengkan kepalanya.
Pernah kutanya ibu di satu waktu ketika aku mendapat tugas mengarang dari wali
kelasku.
Aku tulis dalam tugas mengarangku kalau
mesin tik adalah sahabat ayahku setiap malam, buku catatan kecil dan ballpoint
adalah teman setia yang selalu menemaninya kemana pun, tape recorder dan kamera
selalu di ranselnya. Lalu, ketika kutanya ibu lagi jawabnya hanyalah “ayah
hanya seorang kuli tinta!”.
Kuli? Kenapa kuli tinta? Apa itu kuli
tinta? Bukankah kuli itu pekerjaan tukang? Pekerjaan kasar yang mengandalkan
kekuatan fisik?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar