Athena adalah sebuah kota di Yunani tengah yang sudah dihuni orang sejak lama karena memiliki pelabuhan di dekatnya (Piraios) dan bukit curam yang menjadikan kota ini mudah dipertahankan.
Daftar isi
Theseus

Monarki
Athena sudah menjadi kota yang penting pada Zaman Perunggu Akhir, dan kota juga muncul dalam Iliad karya Homeros sebagai kerajaan yang dipimpin oleh Theseus.Hampir pasti bahwa ada istana Mykenai di Akropolis, dan banyak tembikar Mykenai telah ditemukan di Athena. Pada Zaman Kegelapan, Athena mengalami kemunduran seperti kota-kota Yunani lainnya, dan istana yang lama mulai diabaikan, akan tetapi Athena tidak pernah dijarah oleh penyerang, tak seperti kota Sparta atau Korinthos.
Oligarki
Pada periode Arkaik awal, sekitar
tahun 900 SM, Athena mulai berkembang kembali. Orang Athena menerapkan sistem
pemerintahan baru, yaitu oligarki, yang mana sekelompok pria kaya berkumpul dan
membuat hukum serta menentukan segalanya.
Selama periode Arkaik, sistem
pemerintahan nampaknya berat terhadap rakyat jelata, dan lebih memihak orang
kaya. Pada tahun 621 SM Drako menjabat sebagai arkhon dalam pemerintahan
Athena. Drako adalah orang kaya, bagian dari oligarki. Dia memerintahkan
budak-budaknya untuk menuliskan hukum, supaya semua orang tahu hukum apa yang
berlaku dan supaya orang kaya dalam oligarki tidak dapat lagi membuat hukum
sesuka hatinya. Namun isi hukumnya masih berat sebelah. Hukumnya menyatakan
bahwa orang miskin dapat dihukum mati bahkan atas kejahatan ringan, misalnya
mencuri makanan. Hukum ini juga menerapkan hukuman yang yang berbeda-beda bagi
orang kaya dan orang miskin. Jika seorang perempuan miskin berutang pada
seorang pria kaya dan tak mampu mmebayarnya, maka dia dapat dijadikan budak
untuk membayar utangnya, namun jika seorang pria kaya berutang pada perempuan
miskin dan tak mampu membayarnya, maka hukumannya lebih ringan.

Solon
Rakyat Athena merasa tidak puas
dengan hukum tertulis tersebut, mereka menilainya tak adil. Akhirnya pada tahun
594 SM, oligarki Athena memilih orang kaya lainnya, Solon, untuk memperbaiki
pemerintahan. Para anggota oligarki meminta Solon untuk membuat hukum yang
dapat memuaskan rakyat kecil namun tetap menjaga kekuasaan berada di tangan
pemerintahan oligarki.
Solon mengubah hukum sehingga orang
miskin tak dapat dijadikan budak hanya karena tak dapat membayar utang. Dia
menghapuskan sejumlah utang dan membagikan lahan kepada banyak orang miskin.
Dia juga mengubah hukum sehingga orang hanya dapat dihukum mati jika melakukan
pembunuhan.
Di bawah kekuasaan Solon, para orang
kaya dalam oligarki tetap memiliki sebagian besar tanah mereka dan memegang
sebagian besar kekuasaan. namun dia membentuk sebuah Majelis, yang di dalamnya
semua warga dapat datang dan memberikan suara pada pertanyaan yang penting. Dia
juga memutuskan bahwa jabatan hakim diberikan melalui undian, sehingga orang
miskin pun dapat menjadi hakim. Akan tetapi dia tidak mengizinkan perempuan
masuk ke Majelis ataupun menjadi hakim. Dia melarang orang tua menganiaya anak.
Untuk sementara waktu, hukum ini berjalan dengan baik, orang miskin merasa puas
dan orang kaya tetap berkuasa.
Pada awalnya rakyat senang dengan perubahan yang dibuat
Solon. Mereka memperoleh kembali lahan mereka, mereka tidak perlu takut jika
tak mmapu membayar utang, mereka tidak perlu takut dihukum mati jika melakukan
kesalahan kecil, dan para pria miskin dapat menjadi hakim dan memilih di
Majelis.
Tirani
Rakyat tidak merasa senang dalam
waktu yang lama. Mereka mulai kehilangan lahan mereka dan terpaksa berutang
kembali. Keadaan bertambah parah ketika Athena mengalami banyak pertempuran
melawan musuh. Pada tahun 560 SM, seorang pria kaya bernama Peisistratos
memberitahu rakyat bahwa jika mereka bersedia mendukungnya menjadi tiran, dia
akan membantu menyelesaikan semua permasalahan mereka dan tidak akan memihak golongan
kaya. Rakyat setuju dan akhirnya Peisistratus berhasil memperoleh kekuasaan
lebih dari golongan kaya di Athena, dan memperoleh kendali atas kota Athena.
Peisistratos bertugas dengan baik
sebagai tiran, meskipun para orang kaya berusaha menyingkirkannya karena mereka
ingin kembali berkuasa dalam oligarki. Peisistratos memberlakukan pajak yang
sama bagi setiap orang (pada awalnya orang kaya dibebani pajak yang lebih
ringan), dan dia juga mengatur supaya pemerintah memberikan pinjaman dengan
bunga yang wajar kepada para petani sehingga mereka tak perlu lagi berutang
kepada orang kaya. Peisistratos menggunakan uang pajak untuk membangun jalan,
air mancur umum, kuil, dan banyak sarana umum lainnya. Dia juga berhasil menang
melawan Thebes di utara dan Korinhtos di selatan.

Harmodios dan Aristogeiton
Setelah Peisistratos meninggal pada
tahun 528 SM, putranya Hippias (dan kemungkinan kakaknya juga, Hipparkhos)
menjadi tiran. Dua pemuda kaya bernama Harmodios dan Aristogeiton ingin
menjadikan oligarki berkuasa kembali, dan mereka pun berusaha membunuh Hippias
dan Hipparkhos pada festival keagamaan perayaan kelahiran dewi Ahena pada tahun
514 SM. Mereka hanya berhasil mmbunuh Hipparkhos, namun Hippias menjadi lebih
jahat dan mencurigakan, sehingga pada tahun 508 SM rakyat Athena memutuskan
bahwa Hippias juga harus disingkirkan. Para Alkmaeonid menyuap para pendeta di
Delphi untuk menyuruh orang Sparta menggulingkan Hippias. Sparta pun turun
tangan dan Hippias melarikan diri ke Persia. Ini adalah akhir kekuasaan tiran
di Athena.
Demokrasi
Dengan perginya Hippias dan
berakhirnya kekuasaan tiran, pemimpin keluarga Alkmaeonid, yaitu Kleisthenes,
mulai menjadikan sistem politiknya sendiri berkuasa. Kleisthenes ingin
berkuasa, namun dia tak mau Athena kembali dipimpin oleh tiran. Alih-alih, dia
ingin rakyat jelata di Athena merasa bahwa ini memang pemerintahan mereka, dan
bahwa mereka dapat mengubah hal tak mereka suka dengan cara memilih dan
bukannya berperang. Maka Kleisthenes menciptakan sistem demokrasi.

Pnyx
Dalam demokrasi Athena, pria biasa
dapat ikut menentukan semua keputusan penting terkait Athena, misalnya apakah
Athena harus berperang. Rakyat berkumpul di Majelis (Ekklesia), di
sebuah bukit di Athena yang disebut Pnyx. Majelis ini tidak boleh dihadiri oleh
perempuan, budak, anak-anak, dan orang asing. Penetapan keputusan apapun baru
boleh dilakukan setelah sekitar 6000 pria berkumpul di Ekklesia. Mereka
berkumpul sekitar sebulan sekali, kecuali dalam keadaan darurat.
Rakyat Athena juga memilih lima
ratus pria setiap tahun melalui undian untuk masuk dalam Dewa Lima Ratus atau Boule,
yang melakukan rapat lebih sering dan membahas hal-hal yang agak tak lebih
penting. Boule bertugas mengajukan hukum baru kepada Majelis, mengawasi
pelaksanaan hukum yang berlaku, mengelola sarana umum seperti jalan, stoa, dan
kuil, serta mengurusi penyediaan kapal dalam angkatan laut Athena.
Rakyat Athena juga memilih beberapa
pejabat untuk mengelola urusa tertentu. Sembilan orang pria dipilih melalui
undian untuk menjadi arkhon. Pada masa Kleisthenes dan setelahnya, arkhon
bertugas terutama untuk mengelola urusan keagamaan seperti menyelenggarakan
kurban umum.

Perikles
Bagian lainnya dala sistem demokrasi Athena adalah sistem peradilan. Setiap pria dapat secara sukarela menjadi juri. Diperlukan enam ribu sukarelawan setiap tahunnya. Setiap harinya, dipilih lima ratus pria sebagai juri dalam persidangan. Para juri menetapkan putusan dalam suatu kasus melalui pemungutan suara. Terdakwa tidak dapat mengajukan banding. Juri di Athena tidak hanya mengurusi kasus pidana dan perdata, melainkan juga menentukan layak atau tidaknya hukum yang diloloskan oleh Majelis.
Demokrasi Athena amat terguncang oleh Perang Peloponnesos, yang bermula pada tahun 441 SM. Ketika Athena mulai mengalami kekalahan atas Sparta, beberapa orang termasuk Sokrates dan Plato, merasa bahwa Athena harus meninggalkan demokrasi dan kembali menerapkan oligarki. Alkibiades, yang masih kerabat Kleisthenes, ingin tetap menggunakan demokrasi. Ketika keadaan semain parah, rakyat Athena kembali mencoba menerapkan oligarki namun keadaa tak juga membaik, dan pada tahun 404 SM Athena benar-benar kalah dalam perang itu.
Setelah perang usai, Athena kembali menerapkan demokrasi, dan pemerintah Athena menghukum mati Sokrates karena pemikirannya dianggap meracuni kaum muda. Pada tahun 300-an SM, Athena masih menggunakan demokrasi meski tak sekuat dulu. Ketika raja Phillipos dari Makedonia menyerang Athena, pasukan Athena tak mampu mempertahankan kota dan pada akhirnya Athena jatuh dalam kekuasaan Makedonia.
Monarki

Reruntuhan Agora Romawi di kota Athena
Dengan takluknya Athena oleh Makedonia, Athena menjadi dikuasai oleh Makedonia, yang menerapkan monarki. Pertama-tama rajanya adalah Philippos, kemudian digantikan oleh putranya Aleksander, dan kemudian ada banyak raja Hellenistik. Di dalam kota Athena, Majelis dan Dewan Lima Ratus masih tetap melakukan rapat, para juri masih tetap menetapkan putusan peradilan, dan Majelis masih tetap memilih startegos, namun mereka hanya dapat mengatur urusan dalam kota Athena, itupun harus dengan persetujuan raja Makedonia.
Seratus lima puluh tahun kemudian, Romawi menaklukan Yunani, dan Athena jatuh dalam kekuasaan Republik Romawi. Demokrasi tetap berlangsung di dalam kota Athena, namun lagi-lagi rakyat Athena hanya dapat mengatur segala urusan sesuai persetujuan gubernur Romawi yang bertugas di Yunan. Ketika Augustus berkuasa di Romawi, Athena menjadi bagian dari Kekasiaran Romawi, sehingga mereka kini dipimpin oleh kaisar. Sejak tahun 1400-an, Yunani, termasuk Athena, dikuasai oleh Utsmaniyah, yang dipimpin oleh sultan.