Balegede, the untold story in west
java
Balegede,
sebuah desa kecil yang terletak di wilayah perbatasan kabupaten bandung dan
kabupaten cianjur. Desa ini secara territorial sebetulnya merupakan bagian dari
wilayah kabupaten cianjur, tetapi secara praktis, desa ini lebih dekat dengan wilayah
kota kabupaten bandung. Masih dibutuhkan waktu 5 jam perjalanan dengan
kendaraan roda empat dari desa ini untuk bisa sampai ke kota cianjur, sedangkan
untuk bisa sampai ke kota kabupaten bandung hanya dibutuhkan 3 jam perjalanan,
lebih singkat 2 jam perjalanan.
Pasca
melewati kawasan wisata alam ciwidey, masih akan dibutuhkan 1,5 jam perjalanan
lagi untuk bisa sampai ke balegede. Melalui perkebunan teh ranca bali milik PT.
Perkebunan Nusantara, perkebunan teh yang sejauh mata memandang nampak seperti
hamparan karpet alam berwarna hijau. Selain itu, perkebunan sayur dan buah akan
memanjakan mata kita juga sepanjang perjalanan. Selepas itu, perjalanan akan
mulai ditemani dengan kawasan perbukitan, dimana suasana bukan lagi perkebunan
tapi berganti dengan suasana hutan pinus.
Udara
mulai dingin dan akan semakin dingin, menandakan perjalanan semakin dekat
dengan desa balegede. Kalau di cipanas ada puncak pass, dalam perjalanan menuju
balegede pun akan ada tempat yang hampir serupa. Bukan hotel atau café dan
tempat-tempat makan modern yang akan ditemui, tapi hanya warung-warung nasi
kecil saja atau warung-warung yang hanya menyediakan kopi tubruk hangat saja yang ada.
Bentuk warungnya pun tradisional, tapi ketika duduk disana, mata akan disuguhi
pemandangan luar biasa. Hamparan alam luas yang diselimuti kabut tipis.
Sepanjang
perjalanan kita hanya akan melalui jalur setapak, dimana setiap kendaraan yang
berpapasan di sepanjang perjalanan, maka salah satu kendaraan harus ada yang
mengalah dengan menepikan kendaraannya agar kendaraan dari arah lawan lebih
dulu bisa berlalu, setelah itu barulah perjalanan bisa dilanjutkan kembali.
Perjalanan
akan terasa sangat panjang, atau mungkin rasanya tidak sampai-sampai juga ke
tempat tujuan bagi yang baru pertama kali melakukan perjalanan ke balegede.
Kanan-kiri hanya pohon-pohon tinggi saja yang terlihat di penghujung mulut
menuju gerbang desa balegede, jarang atau memang hampir tidak akan pernah
menemukan orang di pinggiran jalan karena jauhnya kawasan rumah penduduk dari
mulut hutan. Tetapi usai melalui hutan pinus, di ujung sanalah tempat dimana
tersimpan cerita yang belum terungkap.
The
untold story
Banyak
tempat yang masih perawan atau belum terjamah dengan kekuatan pasar yang berani
merubah alam menjadi mesin pencetak uang tanpa memikirkan efek buruknya.
Tetapi balegede, bersyukurnya masih
memiliki pesona asli yang belum tersentuh. The untold story in west java yang
dimiliki balegede adalah berupa sumber kekuatan alam dan produk pilihan alam.
Diantara
sekian banyak sumber kekuatan alam, tersangkut beberapa diantaranya yang hadir
di balegede. Kekuatan alam yang hadir dengan segala eksotismenya, mampu menjadi
timbunan harta karun yang bisa diwariskan satu hari nanti. Penduduk yang masih berpola
pikir sederhana, ternyata berhasil membuat alam menjadi bersahabat.
Balegede
memiliki banyak sumber kekuatan alam yang bisa bersaing dengan sumber kekuatan
alam di tempat lain. Adanya air terjun, sungai yang mengalir nan jernih dengan
bebatuan alam di tengahnya, pegunungan yang landai adalah bagian dari sumber kekuatan
alam yang belum terjamah di sana.
Air
terjun yang jumlahnya mencapai belasan ini, tentu saja tidak dengan begitu saja
mudah dijangkau. Akses yang lumayan sulit menjadi salah satu kendala, karena
hanya kendaraan roda dua yang bisa digunakan untuk mempercepat waktu agar bisa
segera sampai. Tapi justru sebetulnya perjalanan dengan kaki lah yang membuat
alam semakin terlihat indah.
Butuh
waktu sekitar satu atau dua jam setengah untuk bisa sampai ke beberapa sumber
air terjun dengan berjalan kaki dari perumahan warga. Diantara beberapa
perangkat desa yang berbaik hati menjadi pemandu arah, ternyata banyak cerita
yang bisa kami peroleh mengenai balegede. Sambil berjalan menikmati alam
balegede, sambil mengambil gambar dengan kamera yang kami bawa, sambil pula
kami mendengarkan cerita yang terasa mengalir.
Selepas
menikmati indahnya pemandangan air terjun, kita bisa langsung menyisir aliran
sungai hingga ke hilir. Tentu tidak bisa sepanjang sungai, tapi setidaknya kita
akan menemui beberapa titik dimana kita bisa merendam kaki yang lelah setelah
berjam-jam berjalan kaki di air yang dingin. Sangat menyegarkan rasanya kaki
yang lelah berjalan dan terbungkus sepatu kemudian seperti dicelup begitu saja.
Mitos
Dari
cerita sepanjang perjalanan tentang balegede, satu diantaranya adalah mitos
mengenai mahluk halus yang hingga kini masih kuat beredar di masyarakat.
Meskipun
belum diketahui seperti apa kebenarannya sejauh ini, tapi masih ada mitos yang
berkembang di masyarakat. Salah satu diantaranya adalah keberadaan aul, atau
warga mendeskripsikannya sebagai makhluk jadi-jadian. Makhluk ini berkaki dua,
dengan bentuk jejak yang menyerupai jejak kaki macan. Leher makhluk bernama aul
ini bisa berputar 180 derajat, melihat
ke belakang.
Konon
dari mitos yang beredar, apabila makhluk ini membuang ludang di kolam misalnya,
maka seluruh ikan yang ada di kolam bisa mati begitu saja. Benar tidaknya belum
dapat dipastikan, tapi selama kami berada disana, tidak pernah kami saksikan
kejadian seperti itu.
Rusa
di miduana
Cerita
selanjutnya yang kami peroleh adalah adanya peternakan rusa di salah satu dusun
yang ada di desa ini. Entah peternakan atau memang hanya peliharaan beberapa
ekor saja, tapi begitu kami menyambangi dusun miduana, dusun terjauh dari di
desa balegede. Dusun yang terletak di ujung tebing desa balegede, berbetasan
dengan tebing curam menuju hutan, ada gerombolan rusa yang mendiami sebuah
taman berpagar kawat.
Tidak
begitu jelas bagaimana asal muasal adanya rusa di desa ini, tapi yang jelas
kini rusa-rusa itu menjadi peliharaan warga.
Masih
‘ber-kebaya-kan’ budaya
Budaya
asli yang masih menjadi pakaian lengkap, artinya budaya warisan leluhur masih
dipegang dengan erat. Diantaranya, warga masih memegang erat tradisi ruwatan, yaitu acara yang dilaksanakan
di ujung musim panen. Sebagai ungkapan rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa,
digelar acara ruwatan. Kesenian yang
biasanya mengisi acara ruwatan ini
seperti acara reog, calung / angklung, degung / pertunjukkan
musik dan nyanyian sunda atau pertunjukkan wayang golek.
Tempat
penyimpanan padi masih berupa tempat penyimpanan padi secara tradisional,
bersama-sama yang disebut leuit.
Ketika musim panen tiba, warga yang telah selesai menjemur padi hingga kering,
kemudian menaruh padi di leuit hingga
musim penghujan tiba, maka tidak akan kehabisan padi.
Acara
ruwatan ini, selain digunakan untuk
istilah syukuran ruwatan bumi ketika
panen tiba, digunakan juga untuk acara pindahan rumah atau acara ruwatan rumah baru.
Produk
pilihan alam
Ada
sumber kekuatan alam, ada pula produk pilihan alam yang dijadikan mata
pencaharian masyarakat balegede. Perkebunan aren, yang menghasilkan nira untuk
diproduksi menjadi gula merah yang kini menjadi produk khas balegede. Gula merah
yang dihasilkan asli dari alam, terjamin kualitasnya karena tidak terkandung
sedikit pun zat kimia di dalamnya.
Produk
yang dibungkus dengan daun lontar kering ini, dijual di pasaran dengan harga
yang benar-benar membumi.
Selain
gula, ada pula kolang-kaling dan produksi ijuk atau sapu ijuk.
Perjalanan
di balegede yang melelahkan, menyusuri alam yang membentang bersahabat
menyambut kami, telah mencetak memori yang tak terlupakan. Masih merupakan
bagian dari tanah air yang di ujung tebing sebuah dusun paling ujung, tertancap
bendera berwarna merah dan putih.
Saat
persediaan air minum yang kami bawa. Seorang petani lewat dengan dua bilahan
bambu berisikan air nira atau mereka menyebutnya lahang, merelakan dua bilah bambu berisikan lahang untuk mengisi ulang
persediaan air minum kami. Manisnya alam, manisnya air lahang, manisnya
balegede, manis dalam ingatan kami.
Catatan kecil selama KKN 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar