Rabu, 06 September 2017
Selasa, 20 Juni 2017
Bayleaf (Part I)
Bayleaf
Manusia adalah karakter, melekat sejak hari kelahirannya
di muka bumi. Karakter melekat tanpa bisa terlihat, seperti saat hempasan angin
yang mampu menyibakkan helaian rambut panjang tak terikat tali. Entah
pemiliknya gadis, janda, nenek bercucu empat atau bodyguard berbadan kekar
sekalipun. Itulah karakter, bak Tuhan. Tak terlihat, tapi ada.
Dea Jiwapraja
Jumat, 26 Mei 2017
Primitif
Satu kata yang diawali dengan huruf P & diakhiri dengan huruf F...
Bak orang bingung akan hal apa lagi yang harus dilakukan selanjutnya!
Dari rongga mulutnya terucap "Puff..."
Orang bilang "Merenung!"
Ah, satu orang bilang "Renungan!?"
Seperti yang setiap insan harus lakukan di atas sebuah wadah penampung besar
Sebagai ujung berakhirnya sebuah proses kehidupan!
-dea jiwapraja-
May 26, 2017
Bak orang bingung akan hal apa lagi yang harus dilakukan selanjutnya!
Dari rongga mulutnya terucap "Puff..."
Orang bilang "Merenung!"
Ah, satu orang bilang "Renungan!?"
Seperti yang setiap insan harus lakukan di atas sebuah wadah penampung besar
Sebagai ujung berakhirnya sebuah proses kehidupan!
-dea jiwapraja-
May 26, 2017
Rabu, 24 Mei 2017
Metode & Teknik Belajar
i heard and i forget
i read and i know
i write and i remember
i practising and i understand
i read and i know
i write and i remember
i practising and i understand
Rabu, 10 Mei 2017
ICMI & Menak Tempo Hari
ICMI,
Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia. ICMI & Menak Tempo Hari, bak petuah
lama yang kini menjadi dongengan anak hingga tidur. Diceritakan dalam narasi
tanpa dialog. Membedakan antara golongan yang seharusnya tidak membedakan,
karena untuk itulah semestinya ICMI & Menak hadir dilihat dari salah satu
sudut pandang.
Priyayi,
istilah lain yang juga digunakan sebagai pengganti istilah menak. Golongan darah
biru orang bilang, bahkan sebagian menyebutnya dengan istilah Ningrat. Pembeda,
kalau dalam salah satu keyakinan ada istilah kasta. Semestinya, tidak terjadi
diantara ICMI & Menak.
Prilaku,
Pendidikan, Tata Bahasa dan Cara Bertutur yang tempo hari seharusnya bisa
menjadi pembeda sehingga dijuluki Cendekiawan & Menak. Dengan luasnya harta
kekayaan yang dimiliki, bukan menjadi patokan lahirnya Para Cendekiawan dari
ICMI dan istilah Menak tempo hari. Karena, Tengkulak bisa memiliki harta
kekayaan berlimpah atau sejenis lintah darat. Contohnya Kawedanaan, Centeng,
Guru, Saudagar, Kyai seperti yang ada diceritakan dalam fiksi sunda Mantri
Djero.
Dea Jiwapraja
Feb. 25, 2017
Sabtu, 22 April 2017
Yunani Kuno / Pemerintahan / Athena
Athena adalah sebuah kota di Yunani tengah yang sudah dihuni orang sejak lama karena memiliki pelabuhan di dekatnya (Piraios) dan bukit curam yang menjadikan kota ini mudah dipertahankan.
Daftar isi
Theseus

Monarki
Athena sudah menjadi kota yang penting pada Zaman Perunggu Akhir, dan kota juga muncul dalam Iliad karya Homeros sebagai kerajaan yang dipimpin oleh Theseus.Hampir pasti bahwa ada istana Mykenai di Akropolis, dan banyak tembikar Mykenai telah ditemukan di Athena. Pada Zaman Kegelapan, Athena mengalami kemunduran seperti kota-kota Yunani lainnya, dan istana yang lama mulai diabaikan, akan tetapi Athena tidak pernah dijarah oleh penyerang, tak seperti kota Sparta atau Korinthos.
Oligarki
Pada periode Arkaik awal, sekitar
tahun 900 SM, Athena mulai berkembang kembali. Orang Athena menerapkan sistem
pemerintahan baru, yaitu oligarki, yang mana sekelompok pria kaya berkumpul dan
membuat hukum serta menentukan segalanya.
Selama periode Arkaik, sistem
pemerintahan nampaknya berat terhadap rakyat jelata, dan lebih memihak orang
kaya. Pada tahun 621 SM Drako menjabat sebagai arkhon dalam pemerintahan
Athena. Drako adalah orang kaya, bagian dari oligarki. Dia memerintahkan
budak-budaknya untuk menuliskan hukum, supaya semua orang tahu hukum apa yang
berlaku dan supaya orang kaya dalam oligarki tidak dapat lagi membuat hukum
sesuka hatinya. Namun isi hukumnya masih berat sebelah. Hukumnya menyatakan
bahwa orang miskin dapat dihukum mati bahkan atas kejahatan ringan, misalnya
mencuri makanan. Hukum ini juga menerapkan hukuman yang yang berbeda-beda bagi
orang kaya dan orang miskin. Jika seorang perempuan miskin berutang pada
seorang pria kaya dan tak mampu mmebayarnya, maka dia dapat dijadikan budak
untuk membayar utangnya, namun jika seorang pria kaya berutang pada perempuan
miskin dan tak mampu membayarnya, maka hukumannya lebih ringan.

Solon
Rakyat Athena merasa tidak puas
dengan hukum tertulis tersebut, mereka menilainya tak adil. Akhirnya pada tahun
594 SM, oligarki Athena memilih orang kaya lainnya, Solon, untuk memperbaiki
pemerintahan. Para anggota oligarki meminta Solon untuk membuat hukum yang
dapat memuaskan rakyat kecil namun tetap menjaga kekuasaan berada di tangan
pemerintahan oligarki.
Solon mengubah hukum sehingga orang
miskin tak dapat dijadikan budak hanya karena tak dapat membayar utang. Dia
menghapuskan sejumlah utang dan membagikan lahan kepada banyak orang miskin.
Dia juga mengubah hukum sehingga orang hanya dapat dihukum mati jika melakukan
pembunuhan.
Di bawah kekuasaan Solon, para orang
kaya dalam oligarki tetap memiliki sebagian besar tanah mereka dan memegang
sebagian besar kekuasaan. namun dia membentuk sebuah Majelis, yang di dalamnya
semua warga dapat datang dan memberikan suara pada pertanyaan yang penting. Dia
juga memutuskan bahwa jabatan hakim diberikan melalui undian, sehingga orang
miskin pun dapat menjadi hakim. Akan tetapi dia tidak mengizinkan perempuan
masuk ke Majelis ataupun menjadi hakim. Dia melarang orang tua menganiaya anak.
Untuk sementara waktu, hukum ini berjalan dengan baik, orang miskin merasa puas
dan orang kaya tetap berkuasa.
Pada awalnya rakyat senang dengan perubahan yang dibuat
Solon. Mereka memperoleh kembali lahan mereka, mereka tidak perlu takut jika
tak mmapu membayar utang, mereka tidak perlu takut dihukum mati jika melakukan
kesalahan kecil, dan para pria miskin dapat menjadi hakim dan memilih di
Majelis.
Tirani
Rakyat tidak merasa senang dalam
waktu yang lama. Mereka mulai kehilangan lahan mereka dan terpaksa berutang
kembali. Keadaan bertambah parah ketika Athena mengalami banyak pertempuran
melawan musuh. Pada tahun 560 SM, seorang pria kaya bernama Peisistratos
memberitahu rakyat bahwa jika mereka bersedia mendukungnya menjadi tiran, dia
akan membantu menyelesaikan semua permasalahan mereka dan tidak akan memihak golongan
kaya. Rakyat setuju dan akhirnya Peisistratus berhasil memperoleh kekuasaan
lebih dari golongan kaya di Athena, dan memperoleh kendali atas kota Athena.
Peisistratos bertugas dengan baik
sebagai tiran, meskipun para orang kaya berusaha menyingkirkannya karena mereka
ingin kembali berkuasa dalam oligarki. Peisistratos memberlakukan pajak yang
sama bagi setiap orang (pada awalnya orang kaya dibebani pajak yang lebih
ringan), dan dia juga mengatur supaya pemerintah memberikan pinjaman dengan
bunga yang wajar kepada para petani sehingga mereka tak perlu lagi berutang
kepada orang kaya. Peisistratos menggunakan uang pajak untuk membangun jalan,
air mancur umum, kuil, dan banyak sarana umum lainnya. Dia juga berhasil menang
melawan Thebes di utara dan Korinhtos di selatan.

Harmodios dan Aristogeiton
Setelah Peisistratos meninggal pada
tahun 528 SM, putranya Hippias (dan kemungkinan kakaknya juga, Hipparkhos)
menjadi tiran. Dua pemuda kaya bernama Harmodios dan Aristogeiton ingin
menjadikan oligarki berkuasa kembali, dan mereka pun berusaha membunuh Hippias
dan Hipparkhos pada festival keagamaan perayaan kelahiran dewi Ahena pada tahun
514 SM. Mereka hanya berhasil mmbunuh Hipparkhos, namun Hippias menjadi lebih
jahat dan mencurigakan, sehingga pada tahun 508 SM rakyat Athena memutuskan
bahwa Hippias juga harus disingkirkan. Para Alkmaeonid menyuap para pendeta di
Delphi untuk menyuruh orang Sparta menggulingkan Hippias. Sparta pun turun
tangan dan Hippias melarikan diri ke Persia. Ini adalah akhir kekuasaan tiran
di Athena.
Demokrasi
Dengan perginya Hippias dan
berakhirnya kekuasaan tiran, pemimpin keluarga Alkmaeonid, yaitu Kleisthenes,
mulai menjadikan sistem politiknya sendiri berkuasa. Kleisthenes ingin
berkuasa, namun dia tak mau Athena kembali dipimpin oleh tiran. Alih-alih, dia
ingin rakyat jelata di Athena merasa bahwa ini memang pemerintahan mereka, dan
bahwa mereka dapat mengubah hal tak mereka suka dengan cara memilih dan
bukannya berperang. Maka Kleisthenes menciptakan sistem demokrasi.

Pnyx
Dalam demokrasi Athena, pria biasa
dapat ikut menentukan semua keputusan penting terkait Athena, misalnya apakah
Athena harus berperang. Rakyat berkumpul di Majelis (Ekklesia), di
sebuah bukit di Athena yang disebut Pnyx. Majelis ini tidak boleh dihadiri oleh
perempuan, budak, anak-anak, dan orang asing. Penetapan keputusan apapun baru
boleh dilakukan setelah sekitar 6000 pria berkumpul di Ekklesia. Mereka
berkumpul sekitar sebulan sekali, kecuali dalam keadaan darurat.
Rakyat Athena juga memilih lima
ratus pria setiap tahun melalui undian untuk masuk dalam Dewa Lima Ratus atau Boule,
yang melakukan rapat lebih sering dan membahas hal-hal yang agak tak lebih
penting. Boule bertugas mengajukan hukum baru kepada Majelis, mengawasi
pelaksanaan hukum yang berlaku, mengelola sarana umum seperti jalan, stoa, dan
kuil, serta mengurusi penyediaan kapal dalam angkatan laut Athena.
Rakyat Athena juga memilih beberapa
pejabat untuk mengelola urusa tertentu. Sembilan orang pria dipilih melalui
undian untuk menjadi arkhon. Pada masa Kleisthenes dan setelahnya, arkhon
bertugas terutama untuk mengelola urusan keagamaan seperti menyelenggarakan
kurban umum.

Perikles
Bagian lainnya dala sistem demokrasi Athena adalah sistem peradilan. Setiap pria dapat secara sukarela menjadi juri. Diperlukan enam ribu sukarelawan setiap tahunnya. Setiap harinya, dipilih lima ratus pria sebagai juri dalam persidangan. Para juri menetapkan putusan dalam suatu kasus melalui pemungutan suara. Terdakwa tidak dapat mengajukan banding. Juri di Athena tidak hanya mengurusi kasus pidana dan perdata, melainkan juga menentukan layak atau tidaknya hukum yang diloloskan oleh Majelis.
Demokrasi Athena amat terguncang oleh Perang Peloponnesos, yang bermula pada tahun 441 SM. Ketika Athena mulai mengalami kekalahan atas Sparta, beberapa orang termasuk Sokrates dan Plato, merasa bahwa Athena harus meninggalkan demokrasi dan kembali menerapkan oligarki. Alkibiades, yang masih kerabat Kleisthenes, ingin tetap menggunakan demokrasi. Ketika keadaan semain parah, rakyat Athena kembali mencoba menerapkan oligarki namun keadaa tak juga membaik, dan pada tahun 404 SM Athena benar-benar kalah dalam perang itu.
Setelah perang usai, Athena kembali menerapkan demokrasi, dan pemerintah Athena menghukum mati Sokrates karena pemikirannya dianggap meracuni kaum muda. Pada tahun 300-an SM, Athena masih menggunakan demokrasi meski tak sekuat dulu. Ketika raja Phillipos dari Makedonia menyerang Athena, pasukan Athena tak mampu mempertahankan kota dan pada akhirnya Athena jatuh dalam kekuasaan Makedonia.
Monarki

Reruntuhan Agora Romawi di kota Athena
Dengan takluknya Athena oleh Makedonia, Athena menjadi dikuasai oleh Makedonia, yang menerapkan monarki. Pertama-tama rajanya adalah Philippos, kemudian digantikan oleh putranya Aleksander, dan kemudian ada banyak raja Hellenistik. Di dalam kota Athena, Majelis dan Dewan Lima Ratus masih tetap melakukan rapat, para juri masih tetap menetapkan putusan peradilan, dan Majelis masih tetap memilih startegos, namun mereka hanya dapat mengatur urusan dalam kota Athena, itupun harus dengan persetujuan raja Makedonia.
Seratus lima puluh tahun kemudian, Romawi menaklukan Yunani, dan Athena jatuh dalam kekuasaan Republik Romawi. Demokrasi tetap berlangsung di dalam kota Athena, namun lagi-lagi rakyat Athena hanya dapat mengatur segala urusan sesuai persetujuan gubernur Romawi yang bertugas di Yunan. Ketika Augustus berkuasa di Romawi, Athena menjadi bagian dari Kekasiaran Romawi, sehingga mereka kini dipimpin oleh kaisar. Sejak tahun 1400-an, Yunani, termasuk Athena, dikuasai oleh Utsmaniyah, yang dipimpin oleh sultan.
Selasa, 18 April 2017
Boneka Wakil Rakyat ?
Boneka Wakil Rakyat ?
Dea Jiwapraja
Di
dalam Bahasa Jepang, ada dua istilah yang digunakan untuk profesi penerjemah
atau ada dua istilah yang digunakan dalam proses menterjemahkan yaitu
Tsuyakusha dan Honyakusha. Menurut Kamus Standar Bahasa Jepang Indonesia (KSBJ
– Taniguchi, Goro), Tsuyakusha -つやくしゃ-通訳者 berarti
penerjemah. Begitu pula dengan Honyakusha -ほんやくしゃ-翻訳者 yang
juga memiliki arti penerjemah.
Tsuyakusha
berasal dari kata 通訳する-つうやくする
yang artinya menerjemahkan, sedangkan kata Tsuyakusha itu sendiri didefinisikan
sebagai juru bahasa. Sementara kata Honyakusha yang berasal dari kata 翻訳する-ほんやくする yang juga memiliki makna yang serupa yaitu menerjemahkan.
Tetapi, definisinya lebih condong kepada definisi menguraikan.
Sebagai
penerjemah Bahasa Jepang pemula, menerjemahkan di dunia kerja memiliki
perbedaan yang cukup signifikan bila dibandingkan dengan soal-soal terjemahan
selama masih duduk di bangku kuliah. Terutama dalam Bahasa Jepang, karena
Bahasa Jepang memiliki cara penulisan yang berbeda yaitu menggunakan huruf
Kanji. Meski tidak hanya Bahasa Jepang yang memiliki cara penulisan yang
berbeda, seperti misalnya Bahasa Arab, China, Korea, India, dan lain
sebagainya.
Selain
itu, proses penerjemahannya pun dilakukan lebih dari satu tahapan. Dimana
tahapan pertama adalah menerjemahkan Kanji atau dengan kata lain, penerjemah
harus tahu lebih dulu cara membaca huruf Kanjinya. Setelah mengetahui dan
memahami, barulah data diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia atau bahasa
lainnya.
Sedangkan
huruf Kanji sendiri terbagi menjadi dua jenis atau dua kelompok yaitu Kanji
Tunggal dan Kanji Majemuk. Contoh konkrit kedua jenis kanji tersebut, misalnya kata
Hana & Mizu dan kata Hanamizu. Kata Hana-はな
menurut Kamus Standar Bahasa Jepang Indonesia (Taniguchi, Goro) memiliki makna
Bunga, Hidung dan Permulaan/Ujung apabila ketiganya ditulis tanpa menggunakan
huruf Kanji. Sedangkan kata Mizu memiliki makna Air, dengan atau tanpa
penulisan menggunakan huruf Kanji.
Sementara
kata Hana-mizu yang merupakan bagian dari jenis Kanji Majemuk, apabila
disatukan atau dipisahkan cara menerjemahkannya tentu memiliki makna yang
berbeda. Terutama apabila ditulis tanpa menggunakan huruf Kanji. Kata Hana dan
kata Mizu apabila dimaknai secara terpisah, berdasarkan Kanji tunggal tentu
akan memiliki Bunga Air – Bunga Hidung dan Bunga Permulaan/Ujung. Sedangkan
makna Hana-mizu itu sendiri sebenarnya adalah Air Hidung atau Ingus.
Penulisan
kata Hana-mizu apabila tanpa menggunakan huruf Kanji, terkadang akan menjadi
rancu untuk diterjemahkan terkecuali kata tersebut telah menjadi bagian dari
kalimat. Begitu pula dengan kata-kata lainnya, dimana sebaiknya ditulis dengan
menggunakan huruf Kanji guna menghindari kesalahan penerjemahan ke dalam bahasa
asing lainnya.
Hana-mizu,
berasal dari kata Hana yang berarti hidung dan kata Mizu yang berarti Air.
Sehingga Hana-mizu sebaiknya ditulis dengan menggunakan huruf Kanji, yaitu 鼻水-はなみず-Hanamizu.
Disamping
sebagai penerjemah bahasa asing pemula, dimana hampir sebagian orang mengatakan
bahwa menerjemahkan bahasa asing harus sangat-sangat memiliki ketelitian. Terutama, bahasa asing yang memiliki jenis
huruf sendiri. Karena salah satu huruf atau satu coretan pun maknanya akan
berbeda, seperti misalnya dalam penulisan huruf konsonan わ-れ-ね
(Wa-Re-Ne). Begitu pula dalam penerjemahan Bahasa
Ibu atau Bahasa Indonesia, tidak semua bisa diterjemahkan atau diartikan begitu
saja.
Apabila
dalam penerjemahan Bahasa Jepang dimana kata tersebut tanpa menggunakan huruf
Kanji sebaiknya lebih dulu dilihat kalimat atau konteks kata tersebut
digunakan, pun dalam Bahasa Indonesia. Karena dalam penerjemahan bahasa, baik
dari bahasa satu ke dalam bahasa asing lainnya, penerjemahan pun bisa dilakukan
dalam bahasa yang sama. Tidak hanya dalam Bahasa Indonesia, karena dalam bahasa
asing pun kata- frasa-kalimat memiliki pula atau dipelajari pula makna kiasan.
Contoh
konkrit penerjemahan dalam satu bahasa, atau menerjemahkan Bahasa Indonesia ke
dalam Bahasa Indonesia. Sebutlah berkaitan dengan ramainya pemberitaan
belakangan ini di bidang politik dan pemerintahan yang sering terdengar istilah
“Boneka Wakil Rakyat!”, dimana kata atau frasa tersebut pun akan memiliki makna
yang berbeda apabila cara menerjemahkannya mengikuti pola penerjemahan kata
Hana-mizu. Karena kata atau frasa tersebut tidak berdasarkan kalimat dan
konteks situasi yang mengikutinya, maka apabila diterjemahkan ke dalam Bahasa
yang sama berdasarkan makna yang tertulis di dalam kamus, artinya pun akan
berbeda.
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Boneka adalah tiruan anak untuk permainan
atau anak-anakan. Sedangkan Wakil Rakyat adalah orang-orang yang duduk sebagai
anggota badan perwakilan rakyat atau utusan rakyat. Jadi, apabila disatukan
penerjemahannya seperti dalam penerjemahan kata Hana-mizu maka “Boneka Wakil
Rakyat” akan bermakna tiruan anak untuk permainan berupa orang-orang utusan
rakyat.
Contoh
konkrit lainnya penerjemahan dalam bahasa yang sama di dalam Bahasa Jepang, 買い被って考えていること-かいかぶってかんがえていること-Kaikabutte
Kangaete Iru Koto. Kata 買い-かい-Kai
berasal dari kata 買う-かう-Kau yang berarti
membeli, Kata 被る-かぶる-Kaburu berarti memakai.
Sedangkan 考えている-かんがえている-Kangaeteiru berarti
berpikir atau memikirkan dan こと-Koto
bermakna perisitiwa atau keadaan.
Sehingga
apabila disatukan berdasarkan makna secara terpisah maka, 買い被って考えていること-かいかぶってかんがえていること-Kaikabutte
Kangaete Iru Koto memiliki makna keadaan berpikir untuk membeli dan dipakai.
Sedangkan makna berdasarkan kamus, artinya berupa keadaan dimana
menilai/menaksir secara berlebih-lebihan.
Menarik
kesimpulan atau inti dalam proses menerjemahkan sebagai penerjemah pemula,
tidak hanya dalam penerjemahan dua bahasa yang berbeda. Penerjemahan dalam bahasa
yang sama pun, ketika salah menerjemahkan maka maknanya pun akan berbeda dengan
makna yang seharusnya. Baik dalam penerjemahan Bahasa Jepang ke dalam Bahasa
Jepang, maupun penerjemahan Bahasa Indonesia ke dalam Bahasa Indonesia.
***
Langganan:
Postingan (Atom)